GenPI.co 
Genpi.co — Traveler pasti sudah tahu masyarakat Papua memiliki pakaian tradisional yang disebt dengan Koteka. Meskipun di Papua sendiri sudah tidak ditemukan lagi orang yang memakai Koteka di daerah perkotaan, namun beberapa suku pedalaman masih menggunakan koteka sebagai busana sehari-hari mereka.
Asal usul koteka diambil dari bahasa Ekagi atau Ekari, yang artinya pakaian'.
Sementara suku Papua yang tinggal di pegunungan Jayawijaya menyebutnya 'hilom' atau 'horim'. Uniknya, mereka yang belum menggunakan Koteka maka akan dianggap masih telanjang.
Koteka digunakan oleh kaum pria dan sekaligus menjadi simbol maskulinitas. Koteka digunakan untuk menutupi bagian kemaluan yang terbuat dari labu air dan berbentuk panjang yang masih banyak tumbuh di sekitar pemukiman.
Bahan utama dari Koteka adalah kulit labu air yang sudah tua, karena teksturnya lebih keras dan kuat. Sebelum digunakan, isi labu air dikeluarkan terlebih dahulu. Setelah itu kulit labu air dikeringkan dengan cara dijemur.
Selain berfungsi untuk menutupi bagian tubuh, Koteka memiliki makna yang dalam. Koteka bisa menjadi penanda asal suku di pemakai. Pasalnya masing-masing suku pedalama di Papua memiliki bentuk dan cara penggunaan Koteka yang berbeda.
Suku Yali lebih menyukai bentuk Koteka yang dibuat dari labu memanjang. Berbeda dengan suku Moni yang menggunakan Koteka dengan bantalan anyaman berhias rerumputan dan menjuntai di bagian pinggang.
Koteka juga digunakan sebagai penanda aktivitas. Koteka yang digunakan untuk pergi cenderung lebih pendek. Sedangkan Koteka yang digunakan dalam upacara adat bentuknya lebih panjang dengan dan diberi hiasan-hiasan tertentu. Meskipun sekarang sudah mulai ditinggalkan sebagai pakaian sehari-hari, namun koteka masih dilestarikan dengan fungsi yang berbeda. Sebagai cindera mata, misalnya.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News
