GenPI.co 
Ada yang selalu menyentuh hati dalam setiap kali Nurain lapolo, seorang treveler yang juga penggiat lingkungan asal Gorontalo saat melakukan perjalanan ke daerah pesisir Kampung Friwen, Raja Ampat. Ia menyaksikan kemiskinan di daerah itu.
Di mana-mana di Indonesia kemiskinan identik dengan masyarakat nelayan yang menghuni kawasan pantai yang kumuh dan berdesak-desak.
Padahal di banyak wilayah, pesisir juga menjadi habitat hidup hutan mangrove. Tanaman ini memiliki tinggi 4 meter hingga 30 meter, ciri yang menyolok, akar tunjang yang panjang hingga 2 meter berada di atas lumpur dan besar, berkayu, daunan hijau lebat di bagian atas. Bakau atau mangrove adalah kelompok tumbuhan marga Rhizopora, suku Rhizophoraceae.
“Masyarakat kampung Friwen Raja Ampat sebagian besar bekerja sebagai nelayan yang menjadikan hasil laut sebagai tangkapan utama untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari,” kata Nurain Lapolo, Jumat (15/2).
Kondisi masyarakat Kampung Friwen di Distrik Waigeo Selatan, Kabupaten Raja Ampat sama halnya dengan daerah pesisir di Indonesia. Mereka memiliki tingkat pendapatan yang rendah dan hidup di bawah garis kemiskinan.
“Mereka lebih menggantungkan hidupnya dari hasil laut saja, padahal ada potensi di sekitar mereka yang bisa dimanfaatkan untuk mencukupi kebutuhan pangan, yaitu buah mangrove yang dapat dijadikan sebagai alternatif pangan bagi mereka,” kata Nurain Lapolo.
Sebagai kawasan wisata, buah mangrove yang banyak tumbuh di pesisir ini dapat dimanfaatkan untuk jadi bahan pangan yang bergizi dan enak. Bahkan olahan ini bisa disajikan untuk wisatawan yang datang berkunjung sebagai menu makan atau sebagai oleh-oleh yang khas.
“Kami bangga dengan kelompok masyarakat di Pesisir Raja Ampat yang berinisiasi untuk melatih masyarakatnya mengolah buah mangrove menjadi alternatif pangan,” jelas Nurain Lapolo.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News
