Petos, Penawar Rindu Penggemar Tempe Kemul

Petos, Penawar Rindu Penggemar Tempe Kemul - GenPI.co
Petos, replika tempe kemul yang tahan lama. (Foto : Erwin Abdillah)

Bagi yang pernah melakukan perjalanan ke Wonosobo, pasti sudah tidak asing mendengar petos alias ‘tempe atos’. Tidak jauh berbeda dengan tempe kemul, petos juga terbuat dari potongan tempe yang diselimuti campuran tepung terigu, tepung pati basah, kunyit dan juga kucai. Bedanya, petos mempunyai karakteristik atos atau keras dan berbentuk semacam keripik.

Petos yang mulai diperkenalkan pada tahun 2013 lalu, kini bersanding dengan kuliner khas Wonosobo dan bisa dijumpai di berbagai toko-toko oleh-oleh dan camilan tradisional. Bahkan, pada umumnya camilan ini juga tersedia di warung pinggir jalan dan kantin sekolah dalam kemasan kecil dengan harga yang sangat terjangkau bagi semua kalangan. Dengan citarasa yang hampir menyerupai tempe kemul, Petos cukup laris diserbu pembeli sebagai pengganti keripik dan hidangan di dalam toples.

1 kilogram petos biasanya dibanderol dengan harga Rp 30.000 hingga Rp 40.000 di tingkat produsen. Bahkan, di toko oleh-oleh biasanya dikemas dengan plastik tebal dengan ukuran seperempat kilo seperti keripik kentang Dieng dan harganya cukup relatif murah yakni Rp 15.000 hingga Rp 20.000.

Salah satu produsen Petos, Aliyah, menuturkan bahwa cara pembuatan Petos atau menggorengnya agak sedikit berbeda dengan tempe kemul.

“ Campuran atau komposisi tepung memang dibuat agak berbeda sehingga bisa renyah dan tidak mudah pecah tapi juga tidak mudah mlempem. Tempe kemul dibuat untuk segera disajikan panas-panas sementara petos dibuat untuk jangka waktu yang lebih lama, kadang bisa sampai satu-dua bulan,” tutur anggota kelompok usaha Adi Kusuma Capar itu.

Baca Juga : Bunga Desa Farm, Wisata Kebun Bunga Perdana di Wonosobo

Menurut Safitri, warga asli Wonosobo yang merupakan salah satu penggemar camilan tersebut, petos bisa mengobati kangennya pada tempe kemul, saat harus mengikuti suaminya bekerja dan berdomisili di Lampung.

“ Kalau di Wonosobo, tiada hari tanpa tempe kemul, tapi di Lampung tidak ada yang jualan. Kalau makan petos, rasanya hampir sama dan mudah disimpan di toples karena layaknya kripik. Tetangga disini kalau saya mudik juga sering nitip. Harganya juga murah dibanding snack-snack kemasan di minimarket,” tukas Safitri.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Selanjutnya