Bali, Kucicipi Indahnya Pesonamu

Bali, Kucicipi Indahnya Pesonamu - GenPI.co
Tarian Kecak Bali yang mempesona

Pesawat yang saya tumpangi akhirnya mendarat mulus di bandara Ngurah Rai, Bali. Perjalanan satu setengah jam di pagi hari dari Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, bagai tak terasa. Cuaca yang cerah menawarkan keindahan bentang alam Nusantara, membuat saya terus melongok keluar sambil tak henti-hentinya berdecak kagum. 

Benar kata orang, Indonesia adalah Zamrud Khatulistiwa. Laut biru dengan segudang kekayaan hayati di dalamnya, dihiasi ribuan pulau besar dan kecil, siap menggelitik jiwa para petualang yang bermaksud menguak tabir keunikan yang ditawarkannya.

Uluwatu: Antara pesona sunset dan lakon Ramayana

Di Bali, Uluwatu menjadi tujuan pertama saya. Keinginan saya mengunjungi tempat yang berada di ujung selatan Bali itu bukannya tanpa alasan.  Di situ, persis di atas tebing batu curam, berdiri kokoh sebuah Pura yang menghadap langsung ke arah laut lepas. Pura Luhur Uluwatu namanya. Konon, seorang pendeta Hindu yang berasal dari Jawa bernama Empu Kuturan adalah orang yang membangun pura di tempat ini baginya untuk mendekatkan diri pada Khalik Langit, Sang Hyang Widhi.

Perjalanan dari Denpasar ke Uluwatu tidak memakan waktu lama. Karena itu saya memutuskan menyewa kendaraan roda dua saja. Lebih praktis dan murah tentunya. Di Denpasar, tidak akan kesulitan menemukan tempat penyewaan kendaraan baik roda empat maupun roda dua. Jika bepergian seorang diri dan tidak tertarik menggunakan jasa tour agent, menyewa motor adalah pilihan paling ideal.

Butuh sedikit perjuangan untuk  mencapai Pura Luhur Uluwatu. Pasalnya, bangunan ini terletak jauh di atas puncak tebing. Namun, jerih payah  saya segera terbayar begitu sampai di atas. Pemandangan spektakuler Samudera Indonesia yang maha luas terpapar tepat didepan mata. Buih-buih putih ombak yang silih berganti membentur kokohnya karang menambah indah pemandangan sekaligus memancarkan kesan mistik khas Bali yang kental.  Jika Petang menjelang, pemandangan akan semakin menawan. Sang surya yang perlahan-lahan tenggelam di kaki langit laksana seorang  pelukis  dengan kuasnya menyapu hamparan biru laut dengan warna merah keemasan. Sementara siluet deretan awan yang bergantungan di langit membuat setiap mata semakin terpana.

Keindahan laut dan debur ombaknya bukan satu-satunya yang dapat saya nikmati di Uluwatu. Tak jauh dari pura, masih di kompleks yang sama, ada sebuah gelanggang tempat pagelaran tari Kecak. Ini adalah sebuah tari drama yang melakonkan kisah epik Ramayana, tatkala Rama dibantu Raja Kera Anoman berusaha membebaskan Shinta yang diculik raksasa Rahwana. Nama kecak itu sendiri diambil dari suara cak-cak yang diucapkan terus menerus selama pertunjukan berlangsung.  Tarian unik ini menjadi salah satu kekhasan Bali dan sudah terkenal di berbagai belahan dunia.

Jika berminat menonton Kecak, sebaiknya cepat-cepat beli tiket agar mendapatkan tempat yang enak untuk menikmati pertunjukan. Tribun yang disediakan biasanya tidak dapat menampung penonton yang membeludak. Tempat favorit saya saat menikmati drama tari itu adalah di sisi timur gelanggang. Ini adalah spot yang tepat jika ingin merasakan sensasi menonton tari dengan sunset sebagai latarnya. Warna jingga petang, teriakan cak cak yang tiada henti, serta kelincahan dan keluwesan penari dalam membawakan perannya, segera memancarkan kesan sakral yang sulit dijelaskan. Hati dan jiwa ikut bergelora, selaras dengan teriakan dan gerak para penari, serta deburan ombak laut yang sayup terdengar. Perpaduan daya tarik keindahan alam dan gerak tari sebagai represantasi karya seni manusia, melahirkan sebuah bahasa universal, yang entah bagaimana, seolah mengajak setiap penonton yang datang dari berbagai penjuru dunia itu ikut larut dalam legenda berusia ribuan tahun tersebut.  Hasilnya, deru tepuk tangan membahana tepat setelah pertunjukan berakhir.    

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Sebelumnya