Dewas KPK dan Ombudsman RI Berlawanan Soal TWK KPK

Dewas KPK dan Ombudsman RI Berlawanan Soal TWK KPK - GenPI.co
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diwarnai oleh tulisan laser pada Senin (28/6) malam. Foto: Fathan/JPNN.com

Pegawai KPK melaporkan Ketua KPK Firli Bahuri menyisipkan pasal mengenai pelaksanaan TWK dalam rapat pimpinan 25 Januari 2021 untuk dimasukkan ke dalam draf Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 01 Tahun 2021.

"Ketentuan mengenai TWK merupakan masukan dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang pertama kali disampaikan pada rapat 9 Oktober 2020 serta rapat harmonisiasi Kemenpan RB dan BKN," kata anggota Dewas KPK Harjono.

Menurut Dewas, pihak yang pertama kali mengusulkan TWK adalah Badan Kepegawaian Negara (BKN) pada rapat harmonisasi Oktober 2020.

BACA JUGA:  Mantan Jubir KPK Angkat Bicara, Nama Firli Bahuri Disebut

Dalam rapat tersebut menurut Dewas, Wakil Kepala BKN telah memberikan tanggapan di antaranya (1) agar terhadap syarat setia pada Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan pemerintahan yang sah perlu dipertimbangkan kembali apakah cukup hanya dengan menandatangani pakta integritas dan (2) Kesetiaan pada Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan pemerintahan yang sah terhadap pegawai KPK belum pernah dilakukan pengukuran/seleksi.

Dengan begitu Dewas menyatakan tidak benar ada dugaan pasal TWK merupakan pasal yang ditambahkan oleh Firli Bahuri dalam rapat 26 Januari 2021 di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).

BACA JUGA:  Suara Lantang Pengamat, Minta KPK Seret Ribka Tjiptaning

Rapat itu dilakukan Firli bersama Kemenkumham, BKN, LAN, KASN, dan Kemenpan RB. Saat itu hadir Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, sementara Sekjen KPK Cahya Harefa menunggu di luar ruangan karena ada pembatasan peserta akibat pandemi Covid-19.

Sedangan menurut Ombudsman, klausul soal TWK itu baru muncul pada Januari 2021. Ombudsman mengatakan asesmen berbentuk TWK dilakukan dengan menyisipkan klausul baru pada akhir-akhir harmonisasi.

BACA JUGA:  Giri: Pegawai KPK Tak Lolos TWK Menang, Terima Kasih Ombudsman!

Merujuk Permenkumham Nomor 23 Tahun 2018, proses harmonisasi cukup dihadiri jabatan pimpinan tinggi (JPT), pejabat administrator, dan perancang, artinya rapat harusnya dipimpin oleh Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham yang saat itu dijabat oleh Widodo Ekatjahjana.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Sebelumnya
Berita Selanjutnya