Wamenkumham Sebut Penghinaan Presiden Masuk Delik Aduan

Wamenkumham Sebut Penghinaan Presiden Masuk Delik Aduan - GenPI.co
Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej . (Foto: Mia/GenPI.co)

Pertama terkait the living law, pemerintah ingin memberikan penjelasan dan tidak mengubah norma. 

Dia menjelaskan bahwa apa yang dimaksudkan dengan hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana adalah hukum pidana adat.

“Sekali lagi bapak, ibu, ini kita tambahkan dalam penjelasan, jadi tidak mengubah norma,” tegasnya.

BACA JUGA:  Dasco: Penunjukan Luhut Pandjaitan Wewenang Presiden Jokowi

Kedua, Eddy melanjutkan pidana mati yang diatur pada Pasal 100. Berbeda dengan KUHP yang menempatkan pidana mati sebagai salah satu pidana pokok.

Pada RUU KUHP menempatkan pidana mati sebagai pidana yang paling terakhir dijatuhkan untuk mencegah dilakukannya tindak pidana. 

BACA JUGA:  Mahfud MD Sebut LGBT Masuk RKUHP, Wamenkumham Beri Bantahan

Pidana mati selalu diancamkan secara alternatif dengan pidana penjara waktu tertentu (paling lama 20 tahun) dan pidana penjara seumur hidup.

“Pidana mati dapat dijatuhkan dengan masa percobaan selama 10 tahun dengan memenuhi persyaratan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 100 ayat (1). Mekanisme pemberian masa percobaan diatur dalam Pasal 100 dan 101,” papar Eddy.

BACA JUGA:  Warning Untuk Mafia Tanah, Mahfud MD Tak Beri Ampun

Selain itu, Eddy menjelaskan tentang penyerangan harkat dan martabat Presiden dan Wapres pada Pasal 218. 

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Sebelumnya
Berita Selanjutnya