Pulau Bangka: Menawan Penuh Kenangan

Pulau Bangka: Menawan Penuh Kenangan - GenPI.co
Pantai Penyusuk

Mendengar kata Babel, singkatan dari Bangka Belitung,  yang terbayang adalah deretan pantai berpasir putih, air laut yang berwarna biru dan tosca serta batuan granit yang besar menawan. Melihat sisi lain keindahan Pulau Bangka sungguh menarik. Membuat saya ingin berlama-lama tinggal disana.

Lega rasanya ketika roda-roda pesawat yang saya tumpangi mendarat mulus di Bandara Depati Amir. Saya terbang dari Jogja, lalu singgah sebentar  di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II untuk transit. Sudah terbayang indahnya pulau yang katanya eksotis ini pada saat saya melangkah turun dari badan pesawat.

Kesan pertama begitu menyenangkan, lantaran mas driver menyambut saya dengan senyum manis. Ia kemudian mengantar saya menuju Sungailiat, di sebuah guest house bernama Sutos. Belakangan saya baru tahu kalau Sutos itu akronim untuk Sungailiat Town Square. Itu tempat singgah sederhana dan cukup murah dengan adanya fasilitas AC, kamar mandi dalam dan saluran televisi meskipun hanya beberapa yang terlihat jernih. Cukup membayar 200ribu/malam, saya sudah bisa menikmati layanan yang murah merah ini.

Sore itu, sinar mentari sudah tak mampu mencapai bumi. Langit terutup awan. Bahkan beberapa lokasi di Sungailiat sudah basah oleh hujan.  Beruntung, tak sampai sejam hujan sudah mereda. Digantikan oleh semburat jingga yang menggugah hasrat mengeluarkan kamera. Tongaci, nama sebuah pantai di Sungaliat yang cukup terkenal, hanya berjarak kurang dari 3km dari Sutos Guest House. Saya pun bergegas mencapai tempat itu agar tak melewatkan momen sunset yang pastinya sangat memukau. Kala itu, pantai Tongaci sedang ramai-ramainya. Maklum saja, gelaran Bangka Culture Festival 2018 menjadi magnet bagi banyak orang untuk memadatai kawasan pantai berpasir halus itu.

Harapan saya menikmati sunset menjadi pupus di Pantai Tongaci. Itu karena Pantai ini menghadap ke timur sehingga tidak akan ada foto sunset di sana. Namun kekecewaan saya tidak berlangsung lama. Bangka Culture Festival segera membuat saya larut dalam kemeriahannya. Banyak pemadangan menarik di gelaran itu.  Body painting dengan model-model cantik, instalasi seni berupa payung warna-warni, dan berbagai patung menghiasi keseluruhan venue di pinggiran pantai. Semuanya itu mengobati kekesalan karena kesalahan sendiri yang kurang referensi atas pantai Tongci.

Ketika hari baru menjelang, saya sudah siap menjelajah. Pagi-pagi sekali saya bergegas menuju Pantai Penyusuk.  Kawasan itu lokasinya di Belinyu, sisi utara Pulau Bangka. Dari Sungailiat menuju Belinyu cukup jauh. Butuh waktu kurang lebih 2 jam perjalanan mobil. Namun lelah yang saya rasakan hilang lenyap tak berbekas begitu saya sampai di lokasi. Garis horizon yang jauh di sana yang menjadi pembatas langit dan laut sungguh memanjakan mata.

Ketika tiba di Pantai Penyusuk, mentari belum tinggi. Namun sinarnya yang mulai terik sedikit menggangu aktivitas saya usaha saya mengabadikan keindahan alam dalam foto lanskap. Itu membuat saya sadar bahwa waktu paling pas datang ke tempat ini adalah ketika sunrise. Atau, saat mentari sudah berada di sisi barat langit. Meski begitu, saya tetap beraksi dengan kamera, menjejal begitu banyak foto keindahan tempat ini dalam memori kamera saya.

Puas berfoto, sebutir kelapa muda segar melepas dahaga. Kesegarannya membuat tenggorokan tak lagi meronta kehausan. Sesaat kemudian saya memutuskan untuk meninggalkan pantai itu dengan meyusuri jalanan yang ditumbuhi ilalang. Deretan pohon cengkeh yang tumbuh tak jauh dari pantai kembali menggugah insting fotografi. Warnanya yang abu lantaran telah kering meranggas tampak kontras dengan hamparan ilalang hijau berpucuk putih di sekitarnya. Dengan mata mengintip di balik jendela bidik, saya kembali beraksi mengabadikan obyek itu dalam sebuah seni foto.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Sebelumnya
Berita Selanjutnya