Pulau Banda: Paduan Sejarah, Keindahan Alam dan Adab yang Tinggi

Pulau Banda: Paduan Sejarah, Keindahan Alam dan Adab yang Tinggi - GenPI.co
Mentari terbenam di antara du bukit di Banda Neira. (Foto: Robby Sunata)

Sebagai penikmat sejarah, saya sangat senang saat diajak berangkat ke Banda untuk meliput Pesta Rakyat Banda, tanggal 11-15 November 2018 silam. Ini adalah waktu di mana warga Banda dari berbagai pulau berkumpul bersama, gotong royong menyiapkan, melaksanakan, meramaikan, dan merayakan acara adat. Istimewanya, tahun 2018 masyarakat setempat menggelar acara adat yang digelar hanya 10 tahun sekali, yaitu Cuci Parigi. Dan, waktunya bertepatan dengan saya ke Banda.  Saya sangat bersemangat!

Tim yang akan meliput Pesta Rakyat Banda ini terdiri dari mbak Evi, kang Diaz, Mas Giri, dan saya sendiri Kami  berangkat dari Jakarta.  Tiba di Makassar untuk transit, Bang Larakuti bergabung bersama kami untuk melanjutkan perjalanan ke Bandara Pattimura di kota Ambon, Maluku. Tiba di Ambon di pagi hari, kami segera diantarkan ke pelabuhan Yos Sudarso. Di situ, sebuah  kapal telah menanti untuk mengarungi perjalanan laut menuju kepulauan Banda. 

Sebenarnya, Pelabuhan Yos Sudarso letaknya  berseberangan dengan Bandara Pattimura di teluk Ambon.   Namun perjalanan ini mesti ditempuh melalui jalan darat sehingga harus memutar cukup jauh melalui Jembatan Merah Putih. Ingin rasanya berhenti sebentar di jembatan keren. Namun apa daya, lantar sedang tergesa-gesa mengejar kapal. Namun dalam hati saya berjanji, nanti sewaktu pulang harus mampir di sini. 

Satu jam setelah melalui Jembatan Merah Putih, kami telah berada dalam Kapal Motor VIP Siwalima yang berlayar keluar dari Teluk Ambon. Jam berikutnya, kami telah keluar dari Teluk Ambon dan memasuki perairan laut Banda yang luas dan dalam. Perjalanan sesungguhnya telah dimulai, 6 jam menyeberangi Laut Banda akan membawa saya ke tempat dimana para bapak bangsa dibuang oleh Belanda, sebuah pulau bernama Banda Neira.

Sepanjang perjalanan kami hanya melihat lautan biru yang membentang luas.  Tidak ada pulau, bahkan burung. Warna biru muda di langit dan biru tua laut Banda, keduanya bertemu pada satu garis tipis di kejauhan. Sementara di langit, ada selaput tipis awan yang mengambang. Seluruh pemandangan ini, begitu menyegarkan. Begitu pula dengan suasananya, merupakan jenis yang sangat dibutuhkan oleh orang yang setiap harinya melihat gedung-gedung berwarna kelabu dan langit biru kusam di ibukota. Berada di sini adalah sebuah terapi bagi jiwa.

Saya menikmati perjalanannya. Berbicara dengan teman satu tim, berkenalan dengan sesama penumpang kapal, terperangah oleh pemandangan yang terhampar di depan mata sambil sesekali memotret. Beberapa kali sempat pula terlelap. Sebagian karena kelelahan sebagian lagi karena hembusan angin laut. Tapi memang lebih baik beristirahat selagi ada waktunya sebelum nanti menjelajahi Banda.

Setelah hampir 5 jam perjalanan, saya lalu melihat beberapa burung beterbangan di sekitar kapal.  “Ah, ada daratan di sekitar sini,” pikir saya.  Lalu seketika saya ingat sesuatu. Untuk sampai ke Banda dari Ambon maka kapal pasti melalui pulau Run.  Segera saja saya naik ke geladak atas dan menatap ke arah selatan kapal, di kejauhan nampak sebuah pulau dengan bayangan pulau lain yang lebih kecil di belakangnya. Pulau yang berada di depan belakang adalah Pulau Ai sementara pulau yang berada di depannya adalah Run yang legendaris.

Sedikit kisah mengenai Pulau Run ini.  Ini adalah pulau penghasil pala yang dikuasai Inggris.   Pada tahun 1667 pulau ini menjadi bagian dari perjanjian damai antara Inggris dan Belanda yang salah satunya ditandai dengan pertukaran wilayah. Nah, di sinilah uniknya.  Belanda yang menguasai bagian selatan Manhattan, harus menyerahkannya kepada Inggris dan sebagai gantinya Inggris menyerahkan Run kepada Belanda. Kini Manhattan tumbuh menjadi pusat ekonomi dunia, tempat sebuah kota berjuluk Big Apple. Apa lagi kalau bukan New York.  Bayangkan apa yang dapat terjadi pada Run bila Inggris tetap mengelolanya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Sebelumnya
Berita Selanjutnya