Kisah Gunung Agung dan Gili Trawangan

Kisah Gunung Agung dan Gili Trawangan - GenPI.co
Kawasan Gili Trawangan ramai oleh wisatawan.

Turis mancanegara pun domestik, yang memilih berjalan kaki, menggeret koper-koper mereka. Sebagian mengenakan keril. Sepeda-sepeda berlalu lalang. Warna khas Trawangan, di mana pengunjung yang berasal dari negeri-negeri empat musim, tabah tak berbaju di bawah terik mentari siang. 

Fathul, seorang staf hotel Villa Ombak di jajaran manajerial menyebutkan,  kebebasan berpakaian pengunjung Trawangan saat ini dibatasi hanya di kawasan pantai. 

Satu papan peringatan dalam berbagai bahasa, tertera jelas di pintu masuk utama menuju kampung penduduk. Bahwa, bikini atau pakaian khas pantai yang serba terbuka, tidak diperkenankan saat berada di kampung. Detail lain peraturan, dipasang di satu papan besar, di halaman gedung loket tiket penyeberangan.

Obit Airin dan putri kecil mereka yang berumur empat tahun adalah keluarga traveler dari Malang Jawa Timur. Mereka tampak sudah terbiasa dengan suasana di Trawangan.

“Ini kunjungan kami yang keempat. Kehangatan Lombok dan suasana serba islami, membuat kami masih hendak mengeksplor kembali,” urai Obit. 

Pasangan tersebut membekali diri dengan kelir besar yang bertengger di pada punggung masing-masing.  Arin bahkan santai menggendong Naila, putrinya, meski mereka memilih berjalan kaki.

“Kami akan menginap dua malam di Aston. Kebetulan Naila sangat suka aktifitas di pantai. Tadinya hampir tidak mau pulang dari pulau Kenawa,” Arin menegaskan pernyataan suaminya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Sebelumnya
Berita Selanjutnya