GenPI.co - Peneliti dari Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto berpendapat bahwa kerajinan noken perlu diajarkan di sekolah sebagai pelajaran muatan lokal Papua. Noken sendiri adalah tas tradisional masyarakat Papua yang terbuat dari serat kulit kayu
"Mata ajar noken ini bisa diampu oleh guru prakarya atau sekolah bisa mendatangkan langsung mama Papua pengrajin noken untuk mengajar di kelas, tentu saja dengan pendampingan pihak sekolah," kata Hari menyikapi hari pendidikan nasional (hardiknas) 2 Mei 2019, di Jayapura, Kamis.
Baca: Pesona Lukisan Kulit Kayu di Kampung Asei Besar Papua
Menurut dia, noken sudah diakui dunia dan bisa menjadi sumber ekonomi kreatif bagi generasi muda Papua.
Sementara itu, menurut dia, pendapat Wulf Schiefenhoevel, guru besar antropologi Max Planck Institute Jerman, yang sudah melakukan penelitian noken di Pegunungan Bintang Papua sejak 1975 hingga sekarang perlu dipertimbangkan.
Menurut Wulf Schiefenhoevel, ujar dia, noken hal yang penting sekali untuk semua masyarakat Pulau Papua, baik Papua Nugini/PNG maupun Papua.
"Saya sudah bicara mengenai itu juga dengan Dubes RI di Perancis, Hotmangaradja Pandjaitan, dia punya kerja di UNESCO World Heritage," katanya.
Max Planck Insitute Jerman dan Universitas Bordeaux bekerja sama dengan Dubes RI di Perancis dan Universitas Cenderawasih akan melakukan penelitian noken suku Mek, Pegunungan Bintang Papua untuk pengembangan ekonomi kreatif.
Secara tradisional, di Papua membuat noken tidak diajarkan di sekolah, karena siswa belajar langsung dari mama di pedalaman.
"Saya pikir itu juga benar dan lebih baik noken diajarkan secara formal untuk anak sekolah di kota maupun kampung," tambah Hari.
Masyarakat Papua biasanya menggunakan noken untuk membawa hasil-hasil pertanian seperti umbi-umbian, sayur, buah dan juga untuk membawa barang-barang dagangan ke pasar.
Karena keunikannya yang dibawa dengan kepala, noken ini di daftarkan ke UNESCO sebagai salah satu hasil karya tradisional dan warisan kebudayaan dunia dan pada 2012 ditetapkan sebagai warisan kebudayaan tak benda UNESCO. (ANT)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News