GenPI.co - Mendedikasikan diri sebagai seorang pengajar tentu memiliki tantangan tersendiri.
Hal itulah yang dialami oleh Zulfia Susilawati (Susi), seorang pengajar yang mendirikan Nassa (Nasional Satu) School.
Nassa School memiliki kurikulum yang berfokus pada pengembangan bakat dan minat anak dengan cara yang tak seperti kebanyakan sekolah pada umumnya.
“Oleh karena itu, di awal pembentukannya pada 1984, Nassa School mendapat perhatian masyarakat baik positif hingga negatif,” ujarnya kepada GenPI.co, Selasa (20/7/2021).
Susi mengatakan bahwa salah satu ajarannya yang diberikan kepada murid TK didikannya saat itu, adalah pembelajaran membereskan hingga mencuci alat makan.
Beberapa orang tua memuji pembelajaran tersebut, bahkan menyebutnya sama persis dengan kurikulum TK di Jepang.
“Ada juga beberapa orang tua murid yang tak setuju. Mereka bahkan datang beramai-ramai memprotes saya karena dianggap menyuruh-nyuruh anak mereka,” ungkapnya.
Namun, Susi mengaku bahwa pembelajarannya yang tak konvensional itu membuat Nassa School dicap aneh, tetapi dicintai juga di saat bersamaan.
“Akhirnya, cara pembelajaran kami disenangi oleh orangtua murid, termasuk pembelajaran di luar ruangan. Itu pun juga mengalami proses yang panjang,” tuturnya.
Susi memaparkan bahwa dia dan tim pengajar biasa memulai sebuah inovasi baru di tengah tahun pelajaran.
Hal itu mempermudah pihak sekolah dalam memberlakukan program, dibandingkan dengan melakukan pengumuman di awal tahun pembelajaran.
“Masyarakat kita itu senang protes, jadi saya menyiasatinya seperti itu. Memang akan lebih lelah, tapi kalau saya bilang-bilang dulu, nanti anaknya tidak jadi sekolah,” paparnya.
Untungnya, para orang tua murid bisa melihat dampak positif dari inovasi program pendidikan baru yang dirancang oleh Susi dan tim pengajar.
“Mulai dari program learning process performance, lalu dua bulan sekali ada pesantren kilat,” ungkap Susi. (*)
Nassa (Nasional Satu) School (foto: Pulina Nityakanti Pramesi)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News