GenPI.co - Penurunan harga pemeriksaan deteksi virus corona dengan menggunakan metode polymerase chain reaction (PCR) masih menimbulkan polemik.
Meski Presiden Jokowi menginstruksikan agar biaya pemeriksaan PCR diturunkan menjadi Rp 450 ribu hingga Rp 550 ribu, publik masih merasa terlalu tinggi.
Direktur Eksekutif Center for Youth and Population Research (CYPR) Dedek Prayudi lantas angkat suara terkait polemik tersebut.
Menurutnya, apa yang dilakukan Presiden Jokowi dengan menginstruksikan bawahannya sudah tepat.
"Ya, memang sudah tepat walaupun terlambat," beber Dedek kepada GenPI.co, Senin (16/8).
Uki, sapaan akrabnya, menjelaskan selama ini hambatan dalam melakukan testing secara masif ialah keterbatasan kapasitas negara dalam melakukan tes gratis.
Selain itu, kata dia, keadaan tersebut diperburuk dengan mahalnya harga tes PCR mandiri.
Dengan demikian, masyarakat enggan untuk melakukan tes covid-19 dengan PCR, padahal itu cukup berpengaruh besar.
Uki lantas menganggap pemerintah seharusnya bisa menurunkan harga tes PCR sedari awal.
"Sekarang kurva sudah melandai, artinya harga itu seharusnya diturunkan sejak awal. Namun, lebih baik telat daripada tidak sama sekali," jelasnya.
Sebelumnya diketahui, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Surat Edaran nomor HK. 02.02/I/3713/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) pada 5 Oktober 2020.
Dalam SE tersebut tertuang batasan tarif tertinggi untuk pemeriksaan RT-PCR termasuk pengambilan swab adalah Rp 900 ribu.
Batasan tarif itu berlaku untuk masyarakat yang melakukan pemeriksaan RT-PCR atas permintaan sendiri atau mandiri. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News