GenPI.co - Hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang memvonis bebas terpidana pembunuhan, Ronald Tannur, Heru Hanindyo, dihukum penjara 10 tahun.
Hukuman Heru lebih berat dibandingkan 2 hakim nonaktif lain yang terlibat kasus dugaan suap dan gratifikasi pemberian vonis bebas Ronald Tannur pada tahun 2024.
Hakim Ketua Teguh Santoso menegaskan Heru terbukti bersalah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima suap dan gratifikasi.
"Terdakwa juga dijatuhkan pidana denda sebesar Rp500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 3 bulan," kata dia, Kamis (8/5).
Majelis Hakim menilai perbuatan Heru tidak mendukung program pemerintah yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Heru juga melanggar sumpah jabatan sebagai hakim.
Heru melanggar Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan pertama alternatif kedua dan dakwaan kumulatif kedua.
Di sisi lain, Heru tak mengakui kesalahannya dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi.
Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa 12 tahun penjara dan denda sebesar Rp750 juta subsider kurungan selama 6 bulan.
Heru bersama 2 hakim nonaktif PN Surabaya lainnya, Erintuah Damanik dan Mangapul, didakwa menerima suap sebesar Rp4,67 miliar.
Ketiga hakim juga diduga menerima gratifikasi berupa uang rupiah dan sejumlah mata uang asing.(ant)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News