GenPI.co - Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Hasanuddin AF mengatakan dirinya enggan mengomentari soal Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Lantas bagaimana soal dugaan adanya pemaknaan ganda yang bisa melegalkan seks di aturan itu? Apa fatwa MUI soal zina?
Hasanuddin mengatakan, soal zina, tidak perlu ada fatwa lagi karena itu sudah jelas dilarang.
"Zina enggak perlu fatwa. Fatwanya ya soal LGBT, lesbian, gay, dll," kata Hasanuddin AF kepada GenPI.co, Senin (8/11)
Hasanuddin mengatakan, di dalam KUHP, zina ialah orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, lalu salah satu mengadu.
Jadi, zina memang deliknya aduan.
"Mau itu suka sama suka atau tidak, yang namanya hubungan suami istri atau tidak itu tetap zina," katanya.
Hukum bagi yang berzina, bagi yang sudah menikah ialah dirajam, sedangkan yang belum menikah ialah dicambuk 100 kali.
Sebelumnya, Muhammadiyah mengatakan pihaknya menolak dengan Permindikbud 30 lantaran dapat dianggap bermakna legalisasi seks bebas di kampus.
Salah satu yang disorot ialah dalam Pasal 5 ayat (2) yang memuat frasa 'tanpa persetujuan korban' dalam Permen Dikbudristek No 30 Tahun 2021.
Yang mana ini bisa mendegradasi substansi kekerasan seksual yang mengandung makna dapat dibenarkan apabila ada 'persetujuan korban'.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News