GenPI.co - Pemerintah Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau (Kepri) bakal menjadikan Desa Mepar sebagai tujuan destinasi wisata sejarah, budaya, dan religi.
Desa Mepar merupakan pintu masuk Kabupaten Lingga, dan merupakan pulau yang kaya sejarah dan adat budaya. Kearifan lokalnya masih terjaga di tengah hiruk-pikuknya moderenisasi.
Cagar budaya yang masih berdiri kokoh sebagai benteng pertahanan di masa kesultanan Lingga-Riau-Johor-Pahang, menjadi saksi bisu betapa pentingnya pulau ini.
Bupati Lingga, Muhammad Nizar, mengatakan, dari catatan sejarah, Lingga merupakan pusat peradaban lama yang menjadi pusat pemerintahan Sultan Melayu di Daik selama 113 tahun.
Desa Mepar menjadi pusat pemerintahan Melayu sejak 1787 hingga 1990-an. Fungsinya sebagai pusat pemerintahan melayu kemudian dipindahkan ke Pulau Penyengat seiring dihapusnya kesultanan Melayu oleh Belanda.
“Pulau Mepar, tentu tak lepas dari catatan sejarahnya. Karena di sini terdapat makam Temenggung Jamaluddin, Datok Kaya Motel, benteng-benteng Mepar, serta cerita meriam sumbing,” katanya mengutip laman resmi Pemkab Lingga, Senin (31/1).
Selain Pulau Mepar, kata dia, Daik juga dikenal sebagai negeri para Sultan atau Yang Dipertuan Besar. Ada 4 Yang Dipertuan Besar dan seorang Yang Dipertuan Muda yang bersemayam di tanah Daik.
Mereka adalah Sultan Mahmud Riayat Syah III (Marhum Masjid), Sultan Abdul Rahman Syah (Marhum Bukit Cengkeh), Sultan Muhammad Syah II (Marhum Kedaton), Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah II serta Muhammad Yusuf Al Ahmadi, Dipertuan Muda Riau X.
“Dengan Pulau Penyengat, peradaban Melayu di Lingga cukup tua. Maka dari itu kita harus mampu membuat grand desainnya semaksimal mungkin untuk wisata sejarah dan religinya di Mepar,” kata dia.
Nizar mengungkapkan, pihaknya sudah merancang rencana tersebut, tetapi perlu dukungan dan semangat dari semua kalangan termasuk para pelaku budaya dan masyarakat di Desa Mepar sendiri.
Dengan dibentuknya Lembaga Adat Melayu (LAM) Desa Mepar pula, ada harapan besar pemerintah daerah agar dapat menjadi motor penggerak adat dan budaya bagi masyarakat setempat.
“Saya percaya, tidak ada kata terlambat untuk memulai. Maka betul-betul, untuk Desa Mepar dikonsepkan dengan matang,” kata Nizar.
Desa Mepar memiliki sisi religi berupa peringatan Maulid Nabi Muhammad dan Berzanji yang sudah terdaftar sebagai warisan budaya tak benda (WBTB) Indonesia.
Selain itu wisata kuliner di Tanjung Buton dengan pemandangan gunung Daik, yang diharapkan menjadi pelengkap destinasi wisata di Desa Mepar. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News