Citayam Fashion Week Tidak untuk Orang Kaya, Kata Sosiolog UGM

24 Juli 2022 13:40

GenPI.co - Sosiolog UGM, Derajat Sulistyo Widhyarto, mengatakan bahwa Citayam Fashion Week sebenarnya tak ditujukan untuk orang kaya.

Sebab, para anak muda yang melakukan peragaan busana di jalanan ibu kota ini umumnya berasal dari kota-kota penyangga Jakarta dan banyak dari keluarga kelas menengah ke bawah.

“Hal itu seakan menunjukkan bahwa apa yang mereka lakukan melawan arus fenomena budaya konsumerisme dan pamer kemewahan yang ditunjukkan para pegiat medsos dan influencer,” ujarnya dilansir dari laman UGM, Minggu (24/7).

BACA JUGA:  Gara-gara Citayam Fashion Week, Lalu Lintas Tersendat dan Ruwet

Menurutnya, para anak muda di Citayam Fashion Week itu sudah kalah bertarung dengan kaum muda menengah ke atas yang sudah masuk ruang bisnis kota.

”Jadi, Citayam adalah representasi kaum muda menengah ke bawah dan menjadi bagian dari eksistensi baru mereka dalam mengisi ruang kota dan sekaligus pembentuk budaya muda kota,” ujarnya.

BACA JUGA:  Viral Citayam Fashion Week Bikin Macet, Kasihan Ojek Online

Derajat Sulistyo pun menilai kemunculan Citayam Fashion Week sebagai bagian pembentukan budaya baru yang dilakukan oleh anak muda, sehingga perlu diapresiasi.

“Salah satu karakter kaum muda adalah pencipta budaya dan kebudayaan youth culture. Fenomena Citayam mempunyai efek budaya dari kebudayaan tersebut,” katanya.

BACA JUGA:  Bukan di Dukuh Atas, Citayam Fashion Week Bakal Pindah Lokasi

Kemunculan mereka yang menggunakan area publik di pusat kota sebagai lokasi unjuk ekspresi serta memilih gaya busana sebagai pilihan budaya baru sangat brilian.

Sebab, gaya busana bagian dari budaya yang bisa diterima oleh seluruh lapisan masyarakat.

“Ruang kota menawarkan tantangan baru yakni kesempatan untuk mendorong pembentukan budaya mengikuti budaya yang bisa diterima adalah fashion,” jelasnya.

Selain itu, gaya busana yang digunakan para komunitas Citayam ini berasal dari baju pinjaman atau membeli dengan harga murah.

Hal itu tentu berbeda dengan yang dilakukan oleh kaum muda perkotaan kelas menengah.

“Menggunakan baju pinjaman sampai dengan membeli dengan harga murah, hal inilah yg membentuk kritik konsumsi fashion kaum muda kota yang terjebak memakai baju produk industri,” katanya.

Tak hanya itu, kaum muda ini, menurut Derajat Sulistyo, juga menggunakan media digital untuk memperkuat gaung ruang ekspresi budaya baru mereka.

“Kaum muda di sana paham betul jika Jakarta adalah ruang yang bisa mewakili daya tarik dan meningkatkan audiens. Mereka dengan sadar menjadikan Jakarta sebagai ruang penciptaan budaya,” paparnya.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Pulina Nityakanti Pramesi

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co