Perpres 112 Resmi Diteken, Era Baru Pembangkit Listrik Rendah Emisi Dimulai

21 September 2022 16:00

GenPI.co - Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022 resmi diteken. Kini, era baru pembangkit listrik rendah emisi pun dimulai.

Dengan terbitnya Perpres yang mengatur tentang percepatan pengembangan energi terbarukan untuk penyediaan tenaga listrik itu, maka pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) baru dihentikan.

“Dengan teknologi yang kita pahami saat ini, PLTU yang menggunakan batubara merupakan pembangkit listrik yang menghasilkan emisi, maka kita stop untuk pembangunan pembangkit baru,” ujar Direktur Jenderal EBTKE Dadan Kusdiana, Senin (19/9).

BACA JUGA:  Konsumsi Listrik PLN di Jabar Tunjukkan Tren Positif

Dadan pun memastikan kebijakan baru itu tak akan mengganggu pembangkit-pembangkit yang sudah berjalan.

“Perekonomian tidak boleh terganggu dengan upaya-upaya ini,” ujarnya saat menjadi narasumber pada program Energy Corner CNBC Indonesia itu.

BACA JUGA:  PLN Manfaatkan FABA PLTU Ropa untuk Bedah Rumah Prajurit TNI

Menurut Dadan, pembangunan saat ini akan mengarah ke green industry.

Hal itu membuat perekonomian akan menjadi lebih baik atau dalam jangka mikronya tidak akan mengurangi apa yang diperlukan sekarang.

BACA JUGA:  Kendaraan Tidak Lulus Uji Emisi di Jakarta Bakal Dijatuhi Sanksi

“Tidak perlu khawatir kita kekurangan listrik sesuai dengan kebutuhan sekarang,” tutur Dadan yang saat ini juga menjadi pelaksana tugas Direktur Jenderal Ketenagalistrikan.

Berdasarkan Perpres 112 tahun 2022, pembangunan pembangkit listrik akan dilakukan secara selektif dan pembangunan pembangkit bersumber dari EBT ditargetkan berjalan beriringan.

Penghentian dan pembangunan PLTU secara selektif, juga merupakan salah satu program untuk memenuhi komitmen penurunan Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 29 persen pada 2030 atau bisa lebih tinggi dengan kerja sama dengan pihak internasional.

Program ini juga untuk mencapai target Net Zero Emission (NZE) tahun 2060 atau lebih cepat.

PLTU yang sekarang beroperasi, ataupun yang sedang dibangun, dan yang sudah masuk Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) akan terus berjalan, karena dibutuhkan untuk penyediaan listrik di dalam negeri.

Menurut Dadan, PLTU tidak hanya ada di dalam jaringan listrik PLN, tetapi juga digunakan untuk kegiatan industri.

Terkait penentuan tarif yang ditentukan dalam Perpres, prinsip dari tarif itu harus berdasar dari nilai keekonomian.

Prinsip yang berjalan sekarang, yaitu patokan BPP yang berlaku di wilayah tersebut.

Dadan mengungkapkan, Pemerintah berusaha mengkombinasikan seluruh sumber EBT supaya bisa dimanfaatkan di tanah air, agar EBT menjadi sumber energi utama khususnya pembangkit listrik di dalam negeri.

Berangkat dari pemahaman ini, Perpres 112 tahun 2022 memang disusun dengan pendekatan nilai keekonomian per jenis pembangkit.

Penentuan tarifnya dilakukan dengan memperhatikan masukan dari para stakeholder. Menurut Dadan, penyusunan dan penyiapan perpres ini cukup lama, yaitu kurang lebih tiga tahun.

“Memang dalam prosesnya ada beberapa pergeseran dari sisi keekonomian dari pembangkit tertentu, dan kita buka itu di dalam Perpres ini, jadi nanti setiap tahun Menteri ESDM itu akan menetapkan kembali dari sisi harganya,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Dadan menyebutkan tujuan mekanisme itu adalah untuk menjaga daya saing Indonesia.

Menurutnya, Pemerintah mendukung peningkatan pemanfaatan EBT, dukungannya dengan tingkat keekonomian yang wajar, dan dibuat sistem staging.

Staging yang dimaksud disini adalah tarif yang berlaku akan berubah dalam beberapa tahapan.

Pengusahaan pembangkit di 10 tahun pertama, akan mendapatkan harga lebih tinggi dari harga rata-rata, setelah pengembalian investasi yang dipakai untuk membangun fasilitas/pembangkit terpenuhi atau dengan istilah balik modal (umumnya selama 10 tahun).

Tahap berikutnya tarif ini turun karena sudah tidak ada keperluan untuk mengembalikan investasi, sehingga nantinya Pemerintah akan mendapatkan harga lebih rendah dengan tetap memberikan porsi yang wajar bagi pengembang pembangkit di atas 10 tahun.

“Saya rasa tidak perlu khawatir mengenai tarif dan harga ini, karena proses penyusunan aturan ini, disusun bersama dan juga sudah memperhatikan transparansi, akuntabilitas, prosesnya nanti melalui tender, dan angka tarif yang ada dalam perpres ini adalah angka maksimum”, terang Dadan. (DLP)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Pulina Nityakanti Pramesi

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co