Korban Intimidasi di Wihara Menilai Polisi Lambat Bergerak

28 September 2022 17:40

GenPI.co - Michele, salah satu korban penganiayaan oleh sejumlah orang tak dikenal di Wihara Tien Eng Tang, Green Garden, Jakarta Barat, menilai polisi dianggap membela sepihak.

Sosok Michele menjadi saksi dari peristiwa, pengosongan rumah ibadah umat Budha itu didatangi sejumlah orang tak dikenal yang mengatasnamakan dari ahli waris pemilik tanah.

Seperti dikatakan Michele. Kejadiannya begitu cepat Kamis sore (22/9). Persisnya pukul tiga sore, mendadak pria diduga dari Indonesia Timur, masuk ke dalam Vihara penuh emosi.

BACA JUGA:  Granat Meledak di Permukiman Padat Penduduk di Cilincing

Peristiwa itu bermula, Michele tengah menunggu mobil jemputan yang dipesan secara online pada Kamis (22/9).

Tanpa banyak komentar 5 orang tak dikenal datang dan langsung mematikan listrik agar CCTV tidak berfungsi.

BACA JUGA:  Anies Baswedan Mendadak Jadi Sopir Angkot, Sudah Cocok Belum?

Lalu, pria berbadan kekar tersebut mengusir dengan cara kekerasan, menarik tubuhnya keluar dari Vihara.

"Saya sudah bertahan tidak mau keluar. Tapi saja ditarik dan didorong sampai badan saya kena pagar. Bahkan mereka semprot air ke saya," kata Michele di Jakarta, Kamis (28/9).

BACA JUGA:  Mantan Jubir KPK Febri Diansyah Jadi Pengacara Putri Candrawathi

Diakui Michele, dirinya menjadi syok dan terganggu jiwanya sampai saat ini. Masih terbayang kekerasan yang dialaminya itu.

"Saya perempuan. Tidak mungkin saya melawan mereka dengan badan gede, apalagi tampangnya serem. Mereka sungguh kejam," ungkap Michele yang memperlihatkan tangan dan kakinya biru lebam

Michele melihat bagaimana mereka menduduki Vihara tidak beradab. Bahkan, prasasti yang ditandatangani oleh direktur agama Budha dari kementrian agama telah dirusak.

Begitu juga saat mereka pasang spanduk penguasaan. Seolah sudah mendapat 'restu' dari Polda Metro Jaya.

Seperti tertulis dalam spanduk, tertera tulisan sesuai LP di SPKT Polda Metro Jaya.

Atas peristiwa itu, Michele melapor ke Polres Jakarta Barat, dengan nomor STTLP/888/B/IX/2022/POLRES METRO JAKARTA BARAT/POLDA METRO JAYA.

"Saya ini hanya salah satu pekerja di Vihara ini. Semestinya ada masalah masih bisa diselesaikan di pengadilan. Bukan dengan cara premanisme," sesal Michele.

Diakui Michele, masalah yang terjadi terkait tanah Vihara yang telah dihibahkan oleh Amih Widjaya di tahun 2001.

Karena berupa tanah seluas 300 meter, dibangun sumber dana dari pendiri dan pengurus yayasan serta mencari dana dari jamaah umat Budha, untuk membangun Vihara 3 lantai sampai selesai.

Masalah mulai terjadi, setelah Amih Widjaya meninggal dunia karena sakit dan disemayamkan di vihara.

Puncaknya tekanan mulai dirasakan pengurus yayasan. Di tahun 2017, salah satu anak Amih Widjaya bernama Lily, menyoalkan hibah orang tuanya.

Bahkan muncul sertifikat baru, atas kepemilikan tanah tersebut. Dalam hal ini, terjadi dua sertifikat dalam satu obyek yang sama yang diduga adanya pemalsuan.

"Yayasan mempunyai dan menyimpan bukti sertilikat tanah dan surat Hibah yang diberikan oleh almarhum (Bu Ami). Termasuk bukti lain pembangunan Wihara ini," jelas Michele. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Cahaya

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co