Masyaallah! Pesantren Abata Tumanggung Cetak 49 Calon Hafiz Tuna Rungu

01 November 2022 14:10

GenPI.co - Pesantren hafidz Qur’an Abata yang berlokasi di Manding, Kecamatan Temanggung, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, saat ini telah memiliki 43 santri putri dan 6 santri putra berkebutuhan khusus.

Menurut pengasuh Yayasan Abata Indonesia, Mukhlisin Nuryanta, pesantren yang berdiri sejak 2016 ini memang fokus pada anak-anak tuna rungu yang berasal dari berbagai daerah, seperti Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur hingga yang terjauh Tenggarong, Kalimantan Timur.

Berawal dari tiga santri di awal berdirinya lembaga tersebut, saat ini Abata telah menampung total 49 santri dari 224 pendaftar karena keterbatasan daya tampung.

BACA JUGA:  Soal Kekerasan Seksual di Pesantren, Sosiolog UI Angkat Bicara

“Selain karena konsepnya adalah pendidikan gratis atau beasiswa, kurikulum kami memadukan antara kurikulum pesantren dengan kurikulum pendidikan anak tuna rungu yang bermutu dan progesif,” tuturnya saat dihubungi, Sabtu(29/10).

Dijelaskan Ustad Lisin, panggilan akrab Mukhlisin, awalnya Abata ia dirikan karena merasa kesulitan untuk mendapatkan pendidikan bagi putri sulungnya yang mengalami tuna rungu sejak usia tiga tahun.

Sebelum akhirnya menjadi pesantren, Abata dulunya adalah sanggar belajar wicara untuk anak tuna rungu dengan nama Rumah Abata.

BACA JUGA:  Pesantren di Indonesia Harus Siap Hadapi Tantangan Teknologi

“Saat ini kami menerapkan terapi dengan metode lips reading atau visual phoenik yang merupakan pembelajaran materi secara visual penglihatan. Santri-santri kami diharapkan bisa berkomunikasi secara verbal, dan setiap hari mereka melakukan terapi wicara dari guru-guru yang telah bersertifikat,” imbuh Mukhlisin.

Fokus konten pembelajarannya lebih mengarah kepada akhlak, ibadah, penghafalan Al Qur’an (tahfidz), komunikasi lisan dan isyarat, pengembangan bakat dan minat, serta kewirausahaan.

BACA JUGA:  PBNU Dukung Jokowi Jadi Bapak Santri Indonesia Karena Berjasa Bagi Dunia Pesantren

“Kami belum melihat anak-anak tuna rungu bisa memiliki akses pendidikan bermutu, termasuk akses pendidikan Al Qur’an. Perubahan dari sanggar menjadi pesantren karena kami menilai anak tuna rungu juga butuh ilmu tentang ibadah yang benar serta berlatih konsisten melaksanakan jadwal ibadah mereka masing-masing,” tegasnya.

Saat ini, untuk memenuhi kebutuhan pangan santri, pesantren Abata membutuhkan sedikitnya 74 kilogram daging ayam per bulan, 150 kilogram sayuran, 330 kilogram buah-buahan, serta 74 kilogram telur.

“Kurang lebih kami butuh dana untuk kebutuhan makan 49 santri adalah sekitar tujuh juta rupiah per bulan. Tentunya ini belum termasuk kebutuhan operasional untuk menggaji guru serta lainnya.”

Ustad Lisin pun bersyukur selama ini pesantren asuhannya tersebut banyak yang membantu meskipun pihaknya tidak pernah memasang iklan.

“Kami berharap, santri-santri kami ini kelak punya masa depan yang cerah sebagaimana anak-anak normal lainnya. Mereka adalah aset bangsa yang sangat berharga,” tutupnya.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Hafid Arsyid

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co