Misteri Sosok Tuan Belanda dan Suara Aneh di Gedung Setan Jakarta

29 September 2019 21:16

GenPI.co - Suara tegas Mohammad Tabrani bergaung keras di ruang utama Loji Bintang Timur atau De Ster in het Oosten milik perkumpulan Vrijmetselarij atau Tarekat Mason Bebas (Freemasonry) Hindia-Belanda.

Dia memaparkan latar belakang pergerakan di hadapan para pemuda saat pembukaan Kongres Pemuda Pertama pada 30 April hingga 2 Mei 1926.

BACA JUGA:

Mengintip Lokasi Semadi Bung Karno dan Nyi Roro Kidul

Seram! Noni Belanda hingga Pocong Huni Rumah Mak Lampir di Depok

“Indonesiers aller eilanden van den Archipel, vereenigt U! (Rakyat Indonesia dari seluruh kepulauan, bersatulah),” ungkap Tabrani, sang Ketua Kongres, sebagaimana termuat dalam Laporan Kongres Pemuda Indonesia Pertama di Weltevreden 1926.

Saban sore dan sepanjang hari pada Minggu, 2 Mei 1926, para pemuda semisal Soemarto, Bahder Djohan, MEJ Adam, Djaksodipoera, M Yamin, dan P Pinontoan, mengurai tiga pokok persoalan.

Misalnya, cita-cita kesatuan, masalah perempuan, dan agama, dengan pidato berapi-api di dalam ruang utama Loji Bintang Timur.

Namun, itu dahulu. Kini hanya kesunyian yang menyelimuti gedung berwarna putih itu. Aura angker pun merebak di gedung bersejarah tersebut.

Penjaga gedung dan pejalan kaki sering mendengar suara orang berpidato dan tertawa tanpa diketahui asalnya dan itu berlangsung selama bertahun-tahun.

Selain itu, penampakan sosok berpakaian tuan Belanda pun sering terlihat oleh warga sekitar.

Sosok misterius itu selalu menghilang di antara pilar lobi gedung. Padahal sudah lama gedung ini kosong dan tak terpakai lagi.

Melihat banyaknya kejadian misterius yang berhubungan dengan hal gaib itulah, warga sekitar mulai menjuluki gedung itu dengan nama Gedung Setan atau Rumah Setan.

Sebutan Rumah Setan atau Gedung Setan itu ternyata memiliki banyak versi.

Selain karena terkenal horor, Gedung Setan ini populer di masyarakat karena kekeliruan dalam menyebut ejaan.

Gedung Setan, Loji Setan, atau Rumah Setan menjadi sebutan populer masyarakat Jawa untuk Loji Tarekat Mason Bebas.

Orang Jawa, menurut Paul W van der Veur dalam Freemasonry in Indonesia From Radermacher to Soekanto 1762-1961, secara sederhana dengan kurangnya pengetahuan menyebut Loji Freemasory di Hindia-Belanda dengan Gedong Setan karena kekeliruan menyebut Saint John menjadi Saint Jin kemudian Setan.

Kekeliruan tersebut terjadi karena masyarakat Jawa, menurut Abdurrachman Surjomihardjo dalam Kota Yogyakarta Tempo Doeloe: Sejarah Sosial 1880-1930, melihat upacara penerimaan anggota baru atau inisiasi anggota Mason diselimuti kerahasiaan.

Upacara tersebut bernama Hui van Overdenking atau dalam bahasa Jawa diartikan secara sempit sebagai Omah Pewangsitan.

Loji Bintang Timur (De Ster in het Oosten), lokasi pelaksanaan Kongres Pemuda Pertama tahun 1926, merupakan loji hasil fusi dua perkumpulan anggota Tarekat Mason Bebas di Batavia, Le Fidele Sincerite (1767) dan La Vertueuse (1769).

Jan Isaac van Sevenhoven, anggota Dewan Hindia, seorang dengan pengaruh luas di kalangan anggota Mason, menurut TH Stevens dalam Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962, memainkan peranan penting terhadap terselenggaranya penggabungan dua loji.

Sevenhoven beranggapan lesunya kegiatan, merosotnya jumlah anggota, serta kendala keuangan akibat kekosongan khas pemerintah Belanda akibat Perang Jawa menjadi faktor utama dua loji besar di Batavia harus berfusi.

“Van Sevenhoven juga menandaskan bahwa pelaksanaan kegiatan Tarekat Mason Bebas di ibu kota Hindia-Belanda sudah merosot sebagai akibat berkurangnya jumlah anggota serta menurunnya kesejahteraan para anggota,” tulis Stevens.

Setelah rencana fusi pada 1829 gagal, di bawah bimbingan Sevenhoven, penggabungan dua loji tersebut membuahkan hasil dengan lahirnya loji baru bernama De Ster in het Oosten (Bintang Timur) pada tahun 1837.

Setelah loji baru berdiri, nama jalan semula Komidie Burt, lantaran letaknya berseberangan dengan Schouwburg (Gedung Kesenian Jakarta, kini), diubah menjadi Vrijmetselaarweg atau Fremasonry Street atau Jalan Tarekat Mason Bebas.

Loji Bintang Timur dibangun di atas areal bekas Loji La Vertueuse. Bangunan tersebut dianggap telah bobrok dan harus direnovasi sebagai tempat baru berhimpun anggota De Ster in het Oosten.

Pendanaan berasal dari penerbitan obligasi sebesar 100 gulden. Sekitar 500 anggota Mason Hindia-Belanda berpartisipasi memberikan pinjaman dengan bunga empat persen sehingga mencapai dana talangan sebesar 400 gulden.

Pembangunan berlangsung di bawah pimpinan Perwira Zeni D Maarschalk. Pada 26 April 1858, Loji Bintang Timur diresmikan. Bangunan tersebut bergaya Neo Klasik dengan enam pilar besar di bagian muka bangunan utama bercorak Doric.

Di kepala bangunan berbentuk segitiga, terpampang logo bintang De Ster in het Oosten simbol kebebasan berpikir.

Di kedua sisi bangunan utama, terdapat dua beranda besar. Di bagian dalam ruang utama bangunan, terdapat altar di tengah dengan rangkaian lantai bercorak kotak-kotak, sedangkan di sisi kiri dan kanan terdapat jajaran kursi kayu.

Di dinding, pada tahun 1865, dihiasi 12 lukisan simbolis karya pelukis Perancis, Piron, melukiskan sifat Tarekat Mason Bebas.

“Hikmat, kekuatan, keindahan, kebajikan, amal, persatuan, kehati-hatian, pengharapan, keadilan, kedamaian, kebenaran, dan sifat berdiam diri,” tulis A Pieren dalam Bijdragen tot de geschiedenis der loges ‘La Vertueuse’ en ‘La Fidele Sincerite’ te Batavia, welke loges in 1837 zich vereenigden onder den naam ‘De Ster in het Oosten”, dalam Indisch Masonniek Tijdschrift 1902, dinukil TH Stevens.

Kegiatan anggota Tarekat Mason Bebas di Loji Bintang Timur maupun di beberapa loji di seluruh Hindia-Belanda berkutat pada kegiatan sosial, amal, dan bantuan pendidikan.

Pada tahun 1848, Loji Bintang Timur secara khusus memberikan hibah kepada sebuah badan pelayanan untuk orang tuli dan buta atau Instituut voor Onderwijs aan Doven en Blijden untuk mendidik mereka agar bisa melakukan pekerjaan.

Pengembangan bantuan di ranah pendidikan juga menyasar pembangunan sekolah-sekolah umum, terpisah dari sekolah agama atau zending, di beberapa daerah, serta membuat perpustakaan di masing-masing loji.

Selain kegiatan sosial, amal, dan bantuan pendidikan, kehadiran Tarekat Mason Bebas di Hindia Belanda, menurut Tri Ilham Pramudya dalam Skripsi Sejarah FIB-UI “Hubungan Vrijmetselarij dan Elit Pribumi di Jawa 1908-1962” memberikan suatu warna berbeda dalam sejarah pembentukan dan perkembangan kaum elit Bumiputera di Jawa, kelak melahirkan organisasi modern seperti Budi Utomo.

Meski sempat merosot pada tahun 1860, Loji Bintang Timur menjadi perhimpunan dengan umur terpanjang dan loji terakhir di Batavia.

Bangunan tersebut kemudian beralih peran menjadi kantor perusahaan farmasi Belanda, NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co, lantas kembali berpindah tangan saat nasionalisasi perusahaan asing pada tahun 1950-an, ke perusahaan Kimia Farma.

Terhitung sejak terbitnya Keputusan Presiden RI No 264 Tahun 1962, tepat pada tanggal 6 September 1962, tentang pelarangan organisasi Vrijmetselarij atau Fremasonry atau Tarekat Mason Bebas dan sejenisnya, kegiatan-kegiatan perhimpunan tersebut berhenti.

Bangunan Loji Bintang Timur, tempat penyelenggaran Kongres Pemuda Pertama tahun 1926, masih berdiri kukuh di Jalan Budi Utomo No. 1, Jakarta Pusat, hingga saat ini.

Bangunan tersebut tak banyak berubah. Keenam pilar masih kukuh menopang atap bangunan, meski lambang bintang di atas sudah tidak ada lagi.

Selain jejak sejarah, cerita horor masih mengembang di gedung tersebut.

Bukan hanya sosok Tuan Belanda berjalan di antara pilar yang menghiasi depan gedung, warga sekitar juga kerap mendengar suara orang berpidato dari arah dalam gedung yang selalu gelap itu.

Warga yang penasaran akhirnya mencoba mencari tahu dan berjalan kedepan gedung saat pidato misterius itu terdengar.

Setelah berjalan dalam gelap di pinggiran pagar besi yang kukuh, para warga merasa sumber makin dekat.

Akhirnya mereka menoleh ke arah atas tangga dan pilar depan gedung, melihat sosok berpakaian jas lengkap dengan memakai topi pith helmet (topi khas di zaman kolonial Belanda) berjalan dan menghilang di antara pilar.

“Memang suara orang pidato itu sering sekali terdengar. Pertama terdengar keras, terus waktu kami cari ke arah sumber suara malah menghilang suara tersebut. Itu sering banget. Warga sini yang lihat hantu Belanda sudah banyak. Biasanya orang gaib itu ada di depan pintu gedung atau di antara pilar depan gedung,” ungkap Supriadi, keamanan setempat pada GenPI.co di depan Gedung Kesenian Jakarta (28/9).

Menurut Supriadi, meskipun di depan Gedung Setan ini cukup ramai dengan kendaraan yang lewat, suara misterius dan sosok gaib itu masih tetap ada di Gedung Loji Bintang Timur ini. (tommy ardyan)

Lihat video seru ini:

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Ragil Ugeng

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co