Sial Saat Jadi Panglima ABRI Hingga Tersungkur di Tanah Banten

10 Oktober 2019 17:17

GenPI.co - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Menko Polhukam) Wiranto pernah bercerita soal kesialannya saat memangku dua jabatan di pemerintahan tahun 1998. Saat itu, Wiranto menjabat sebagai Panglima ABRI sekaligus Menteri Pertahanan dan Keamanan Indonesia.

Hal itu disampaikan Wiranto saat bertemu dengan sejumlah pemimpin media massa.

"Saudara-saudara sekalian, saya ini memang agak sial, agak sialnya begini, Di Orde Baru saya cuma 3 bulan bergabung. Ujung Orde Baru, Bulan Februari tanggal 28 saya diangkat jadi Menhankam, Pangab. Mei Pemerintah jatuh," kata Wiranto di JS Luwansa, Jakarta, Jumat 17 Mei 2019.

BACA JUGA: Menko Polhukam Wiranto Ditusuk Abu Rara Sang Eksekutor ISIS?

Hanya dalam tiga bulan memimpin itu, Wiranto mengatakan Ia langsung berhadapan dengan sebuah gejolak yang luar biasa di masyarakat dengan taruhan keutuhan sebuah negeri. 

"Taruhannya negeri ini runtuh. Sebelumnya, saya lihat pendahulu saya pak Faisal Tanjung itu jadi Pangab, enak ya, jadi Pangab kok enak. Liat pak Yusuf, Menhankam Pangab dulu saya masih Kapten, wuih, kayak malaikat, hebat ini," kata Wiranto yang memancing gelak tawa para hadirin. 

Namun, sialnya Wiranto, saat menjabat sebagai Menhankam dan Pangab, ada krisis nasional. "Setelah saya jadi, saya menghadapi krisis nasional, kalau saya salah ambil langkah negeri ini bisa hancur," kata dia. 

BACA JUGA: Penasaran, Nih Tampang Pelaku Penyerangan Menko Polhukam Wiranto

Pada saat itu, Wiranto mengatakan bahwa Komando keselamatan ada di bawahnya baik TNI dan Polri. Dia pun boleh membuat kebijakan nasional. Ia juga mengaku sempat kepikiran untuk mengambil alih pemerintahan, namun tentu ada akibat yang lebih besar yang membuatnya urung melakukan hal tersebut. 

"Semua Menteri harus bantu panglima, menetralisir, wah tanpa kampanye ambil alih enak nih, tapi ambil alih akibatnya apa, apakah negeri ini akan selamat, akhirnya civil war perang saudara," kata dia. 

Wiranto pun hingga saat ini masih dianggap sebagai salah satu Jenderal yang harus bertanggung jawab atas peristiwa 1998 tersebut.

Setelah sekian lama keadaan tenang, public tanah air dikejutkan dengan nama Wiranto yang menjadi target pembunuhan perusuh pada aksi 22 Mei 2019. Berdasarkan keterangan polisi, para perusuh mengaku disuruh membunuh empat tokoh nasional yang merupakan pejabat. Kapolri Jenderal Tito Karnavian akhirnya membuka nama empat pejabat itu, yakni Wiranto, Luhut Binsar Panjaitan, Budi Gunawan, dan Gories Mere.

BACA JUGA: Apa Misimu Abu Rara, Siapa yang Menyuruhmu?

Namun ancaman itu tidak membuat keberanian Wiranto kendur. "Memang yang diancam tidak hanya empat orang, ada pejabat-pejabat lain yang juga diancam seperti yang saya alami. Tapi saya kira kami tidak perlu surut dengan ancaman itu. Dan kita tetap teguh untuk menegakkan kebenaran, menegakkan keamanan nasional," ujar Wiranto di Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, pada Selasa, 28 Mei 2019.

Hari ini merupakan bencana bagi Wiranto, tanpa ada “Peringatan Dini” dari intelijen ataupun pihak Kepolisian Menko Polhukam Wiranto ditusuk pria yang diduga terpapar ISIS saat kunjungan kerja di Pandeglang, Banten. 

BACA JUGA: Menko Polhukam Wiranto Ditusuk, Nih Senjata yang Dipakai Abu Rara

Penyerangan berdarah itu terjadi sesaat setelah Wiranto turun dari mobil dan bersalaman dengan polisi, Kamis (10/10). Tiba-tiba mantan Panglima ABRI itu ditusuk pria yang terbalut kaus berwarna hitam menggunakan gunting.

Wiranto pun tersungkur dan mengalami dua luka di perut sebelah kiri. Setelah dibawa ke RSUD Pandeglang untuk menjalani perawatan,  Wiranto selanjutnya dibawa ke RSPAD Gatot Soebroto Jakarta dengan helikopter.(*)
 

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Tommy Ardyan

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co