Dia yang Tak Kasatmata Menjelma Jadi Security Kantorku!

10 Oktober 2019 20:45

GenPI.co - Minggu pagi seharusnya menjadi satu hari dimana aku bisa bangun lebih siang dari biasanya, dan mengerjakan segala sesuatu yang aku suka seharian di rumah. Tapi, karena aku bekerja di sebuah perusahaan yang bergerak di dunia media, apa boleh buat justru jam kerjaku memang terasa lebih padat rasanya di akhir pekan. 

Seperti biasa aku diutus untuk liputan ke lapangan bersama dengan seorang cameramen. Lokasi liputan kali ini berada di daerah Jakarta Selatan, dekat dengan rumah. Akhirnya aku memutuskan untuk bertemu langsung di lokasi, janjian dengan rekan di titik temu.

"Mas Wahyu, nanti langsung ketemu di sana saja ya, soalnya aku lebih deket dari rumah, nih, janjian depan pintu masuk aja biar masuk ke acaranya bareng,"

"Ok Mei, gw jalan sekarang jadi pas jam 09:00 WIB udab sampe lokasi,"

"Sip sip,"

Kami pun bertemu di lokals liputan yang dituju. Sesampainya di sana tanpa perlu berunding lagi, kami langsung melakukan tugas masing-masing, Mas Wahyu mengambil gambar suasana acara dan aku mencari narasumber untuk kebutuhan wawancara.

Penugasan liputan pun selesai lebih cepat bahkan sebelum jam makan siang. Walau begitu kami harus tetap kembali ke kantor untuk mengunggah semua materi gambar keperluan editor dan aku segera membuat naskah video yang sudah diliput. 

Siang itu terasa sangat panas, ditambah perjalanan kami menuju kantor yang ada di Jakarta Barat dengan menggunakan motor. Rasanya benar- benar matahari berada di atas kepala kami, terus mengikuti sepanjang jalan yang ramai lancar.

Sesampainya kami di kantor tentu saja tidak seramai hari kerja biasanya. Lantai 10, ruangan kami pun tidak ada office boy yang menjaga sehingga kami harus mengambil kunci ruangan cadangan yang berada di security basement. Aku pun berjalan sendirian ke kantor security karena Mas Wahyu harus memarkirkan motor di sisi belakang gedung kantor.
 
Masuk dalam ruangan tersebut rasanya gelap dan panas, aku pun tak basa- basi langsung meminta kunci lantai ruanganku. Sambil mengisi buku laporan pengambilan kunci, aku mendengar perdebatan antara 2 security yang sedang heboh mengeluhkan lampu yang mati sejak pagi.

"Pak ini kuncinya saya ambil ya, udah ditulis jam 11:00 WIB," kataku membuyarkan perdebatan itu.

"Iya siap non, hati- hati ya lampu mati nih dari tadi nggak nyala-nyala juga, genset menyala tapi rada-rada aneh, satu lift juga maintenance," kata salah satu security.

"Ya pak, makasih," 

Tanpa terlalu mengabaikan omongan security tersebut, aku langsung berjalan keluar menghampiri Mas Wahyu yang sudah menunggu di depan 2 lift menuju ke atas.

"Eh! kenapa ya tuh Mei lift B dipakein traffic cone, pintu liftnya juga ngebuka, tapi mati," tanya Mas Wahyu bingung sambil menekan tombol atas untuk menaiki lift.

"Nggak tau mas, tadi sih dibilang emang lagi maintenance, biarin aja kita naik lift A, yuk mas," kami pun menaiki lift sampai di lantai ruangan kami di lantai 10.

Keluarnya kami dari lift segera membuka pintu ruangan yang terbuat dari kaca dan segera menyalakan seluruh lampu ruangan agar tidak terasa gelap sekali rasanya. 

Begitu memasuki ruangan rasanya benar- benar adem walau tanpa AC yang menyala. Pikirku mungkin karena terlalu panasnya cuaca diluar sehingga membuat ruangan lebih terasa dingin walau tanpa AC.

Leganya sudah sampai kantor, aku dapat bersantai sejenak. Aku duduk dan mulai merebahkan kepala di atas meja karena rasa mengantuk seakan tiba- tiba menyerang begitu cepat.

"Nggak apa-apa, kok, tidur bentar, sambil nunggu Mas Wahyu copy semua data pasti nggak akan cepat juga, kan," ujarku dalam hati, setelah mengintip ke bilik di depanku melihat Mas Wahyu masih sibuk mengelompokan materi liputan.

Tanpa sadar, aku pun terlelap.

"Mei, mei, itu udah ke copy semua, ya. Gue balik duluan ya. Kalau mau ngerjain naskah pokoknya semua data udah disitu, balik ya, gw capek banget," membangunkanku sambil menguncang lenganku yang masih melihat dengan kabur ke arah Mas Wahyu.

Aku terdiam selama 10 menit sambil kembali mengumpulkan nyawa dan memfokuskan pandangan. Dalam benakku, mengapa ini ruangan benar- benar jadi terasa sepi sekali hingga suara jarum jam yang jauh ada di tengah ruangan begitu keras detaknya terasa. Jam dinding pun menunjukan pukul 11:30 WIB. 

Karena merasa begitu sepi aku pun menyalakan musik di komputer dari YouTube, untuk sekedar menemani sambil mulai mengarap naskah liputan pagi tadi. Saat sedang melakuka transkrip hasil wawancara, TIBA-TIBA AKU MENDENGAR SUARA ANEH, yang aku pikir itu tidak mungkin suara dari video liputanku atau dari lagu yang kuputar. 

AKU MENDENGAR SUARA ANAK KECIL! ASLI, MERINDING. Aku mencoba mengecilkan audio dari video liputan dan juga musik dari YouTube. 

TERNYATA SUARA ITU BERASAL DARI LORONG DI SAMPING RUANGANKU! Jantungku berdetak hebat. Mana mungkin di hari libur begini ada anak kecil yang datang ke kantor? Entah itu anak siapa, yang jelas aku hanya sendiri di kantor ini. Tidak ada rekan lain, apalagi bawa anak!

Ah, abaikan saja, lah. Rasa takut ini coba ku kendalikan. Perlahan suara pun menghilang.

Namun, beberapa menit kemudian suara tersebut muncul lagi. Kali ini, aku malah menjadi fokus mendengarkan suara tersebut dan mulai melepas keyboard komputer dari jariku. Saat hendak berdiri menghampiri suara tersebut, tiba-tiba BRUK! PEMBATAS KACA DI SEBELAH KANAN MEJA KERJAKU SEPERTI TERBENTUR SESUATU. DEMI TUHAN, NGGAK ADA APA PUN DI SANA!

Hatiku mulai kacau. Aku menarik nafas panjang dan kembali konsentrasi. Prinsip dari mamaku, jangan pernah takut dengan sesuatu yang tak kasat mata sebab jika rasa takut mengendalikan kita, mereka jadi lebih kuat. Oke, siap ma. Nasihat itu akan selalu aku ingat.

Aku pun akhirnya timbul keberanian. Akhirnya aku memutuskan untuk berkeliling ke seluruh lantai 10, termasuk lorong-lorongnya. Saat berkeliling rasanya aneh, aku merasa perjalanan di sepanjang lorong rasanya tidak sampai- sampai lorong seakan benar-benar menjadi panjang. 

Tapi yang lebih membuat aku lebih bingung aku tidak menemukan apa pun. Kemana anak kecil tadi?

Saat tidak menemukan apapun, aku tak berusaha untuk mencari tahu lagi itu suara dari mana, hingga akhirnya aku kembali ke ruangan tempat aku sedang menulis naskah. Saat memasuki ruangan rasanya ruanganku terasa lebih hangat rupanya dibandingkan dengan sepanjang lorong tersebut. 

Aku pun menarik kursi bersandar dan kembali melanjutkan tulisanku. 

Tak lama kemudian terdengar suara pintu utama dari ruanganku didorong untuk dibuka sehingga kunci yang menempel dilubang kunci pintu saling beradu menimbulkan suara gemerincing! Oke, saatnya berpikir jernih. Bisa jadi itu security yang sedang patroli tiap lantai.

"Pak, masih ada orang ya di ruangan jangan dikunci dulu," teriakku dari meja, berharap terdengar hingga pintu depan dan security tadi akan membalas ucapanku.

Namun, apa lacur. Tidak ada respons apa pun dan SUARA KUNCI KEMBALI GEMERINCING. PINTU UTAMA PUN BERDERIT SEPERTI ADA YANG MAU MENUTUP. Oke, kali ini ketakutanku bercampur kejengkelan. Jika benar ada security di sana, aku tidak terima dengan keisengan yang dibuat. Aku segera menuju pintu depan.

LANGKAHKU TERHENTI MELIHAT PINTU DALAM KEADAAN TERTUTUP, KUNCI BERGEMERINCING TAPI TAK SATU PUN ORANG DI SANA! BAHKAN KUNCINYA MASIH BERGOYANG! 

Tubuhku sejenak menjadi kaku, namun aku tetap tidak bergerak pada posisi itu mataku tertuju pada kunci yang bergoyang. Dengan perasaan yang mulai tidak tenang aku memutuskan untuk pulang.

Aku berbalik badan dan berjalan kembali ke mejaku dengan langkah yang cukup lambat karena sesungguhnya berusaha untuk tidak panik sendiri di ruangan ini. Aku bergegas mengendong tas, membawa jaket, mengulung haeadset dan mematikan komputer untuk segera pulang.

Mendadak bulu kudukku semua berdiri. Entah mengapa rasanya saat memutuskan ingin pulang perasaanku malah semakin tidak tenang, aku pun perlahan mematikan semua lampu dan mengunci pintu. 

Saat aku mengunci pintu, AKU MENDENGAR SUARA LANGKAH SEPATU DAN BEBERAPA KUNCI YANG GEMERINCING SERTA SENTER YANG MENGARAH KEPADAKU DARI ARAH KANAN LORONG! DAN, syukurlah, muncul security lengkap dengan seragam, senter, dan kunci banyak tergantung di sabuknya.

Nafasku lega dan cukup tenang, meski kuakui masih deg-degan. 

"Duh, pak dari tadi keliling? Saya dari tadi panggil-panggil bapak malah nggak disahutin," omelku pada security tersebut dengan mengerutkan dahi.

Security tersebut hanya menaikan alis dan tersenyum merespons keluhanku. Aku segera menekan tombol tanda panah bawah untuk turun menggunakan lift, bersama dengan security tersebut yang rupanya juga mau ikut turun.

"Lantai berapa non?" tanya security tersebut

"Ke G pak, udahan mau pulang," jawabku santai sambil memainkan handphone

"Abis ngapain? kan semua gelap, genset mati, semua nggak ada yang bisa nyala," dia kembali menyahut ucapanku. Samar-samar di ujung hidung aku mencium bau wangi. Well, bisa jadi itu pewangi lift yang memang terpasang di salah satu dinding lift.

Sejenak aku terdiam kebingungan dengan ucapan dari security itu. Dari mana tidak menyala, aku dan Mas Wahyu bahkan sempat mentransfer video di komputer. Bukti jika aliran listrik di ruangan kami masih bisa digunakan.

Memang, salah satu security di awal aku datang mengatakan, gensetnya rada-rada terganggu. Tapi, ya sudahlah.  

Lift pun berhenti di lantai 6. Rupanya security tersebut ingin turun di lantai itu, dan setelah pintu lift terbuka, benar saja. Di lantai 6 benar benar gelap, tidak terlihat apa-apa. Security tersebut keluar lift dengan menggunakan senter untuk melihat sekitar.

"Kan, gelap banget. Dari pagi semua aliran listrik nggak ada yang nyala," kata security tersebut sambil berjalan keluar lift. Lift pun menutup kembali dan mendadak bulu kudukku merinding.

Aku tidak lagi bisa bersantai dengan menainkan handphone. Bukan apa-apa, jika benar yang pak security itu bilang bahwa aliran listrik tak ada, LALU BAGAIMANA BISA LIFT INI BEROPERASI?!

Bodo amat, lah. Aku hanya berharap segera sampai hingga lantai dasar sambil terus melihat layar petunjuk lift terus turun satu demi satu lantai.

Sesampainya di lantai dasar aku pun bergegas keluar dari lift dan segera menuju kantor security untuk mengembalikan kunci ruanganku. Dalam kantor tersebut hanya terdapat seorang security yang menjaga. 

"Sudah kerjanya, neng?" tanyanya padaku.

Aku mengangguk kecil sambil menulis buku laporan pengembalian kunci. Tak lama, masuk security lain datang keruangan tersebut sambil membawa 2 bungkus kopi. 

"Bro, ngopi bro, buset ya hari ini panas banget. Nih, gw beli kopi dari warung depan," ujar security yang baru saja masuk ruangan tersebut.

"Iya, iya, nanti dah nyeduh di sini aja," sambut security yang sudah lebih dulu ada di ruangan tersebut.

"Non, ngopi non," tawar security yang baru datang tadi.

"Iya pak, makasih," jawabku masih fokus menulis laporan pengembalian kunci.

Selesai menulis, saat ingin bergegas ingin pulang dan keluar dari ruangan tersebut, BETAPA TERKEJUTNYA AKU MELIHAT SECURITY YANG BARU DATANG BELI KOPI TERNYATA ORANG YANG SAMA DENGAN YANG TURUN DI LANTAI 6! GINI YA, BAGAIMANA DALAM WAKTU SECEPAT ITU DIA SAMPAI KE BAWAH? LEWAT MANA SEMENTARA HANYA 1 LIFT YANG BEROPERASI? BAHKAN SEMPAT-SEMPATNYA DIA JAJAN KOPI, LALU YANG DI LANTAI 6 TADI ITU SIAPA? 

Aku pun menoleh cepat ke arah lift, DAN BENAR SAJA, KEDUA PINTU LIFT DALAM KEADAAN TERBUKA SEBAB TIDAK BISA DIOPERASIKAN GEGARA ALIRAN LISTRIK PADAM DAN GENSET YANG TAK BISA DIGUNAKAN. JADI TADI AKU NAIK LIFT APA?

Semua pertanyaan di benakku itu tak bisa dijawab sampai sekarang. Aku pun berjanji tak akan datang ke kantor lagi jika tak ada rekanku di sana. 

 

(Seperti diceritakan Mei kepada GenPI.co)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co