Kamar 308, Saksi Pernikahan Presiden Soekarno dan Nyi Roro Kidul

27 Oktober 2019 20:00

GenPI.co - Kanjeng Nyi Roro Kidul sudah tak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia. Namanya begitu tersohor dan menggema dari ujung timur hingga barat.

Sebagai Ratu yang menguasai pantai dan laut selatan, Nyi Roro Kidul memiliki eksistensi yang seakan tak pernah ada habisnya. Mulai dari zaman kerajaan hingga teknologi modern sosoknya masih tetap hidup dan melekat di tengah-tengah masyarakat.

Hal itu tak mengherankan karena Nyi Roro Kidul memiliki segudang kisah yang menarik untuk selalu diperbincangkan.

Sosok Nyi Roro Kidul sampai saat ini masih juga menjadi bahan perdebatan. Mulai dari tokoh bangsa hingga rakyat jelata.

BACA JUGA: Mengenang Mbah Maridjan, Juru Kunci Merapi Tewas Bersujud

Ada yang meyakini sosok Nyi Roro kidul itu nyata, tetapi tidak sedikit yang menganggap itu hanya mitos tutur ataupun legenda.

Sastrawan besar dan terkemuka Indonesia (alm) Pramoedya Ananta Toer turut buka suara terkait hal tersebut. Ia mengatakan bahwa Nyi Roro Kidul adalah tokoh rekaan seniman kala itu.

Tokoh ini diciptakan untuk menutupi kekalahan Mataran dari Belanda. Dengan menciptakan tokoh Nyi Roro Kidul, mereka seakan-akan masih memiliki kuasa akan pantai selatan.

BACA JUGA: 3 Tempat Wisata Angker di Kalimantan, Dijaga Naga dan Jin Muslim

Namun, terlepas perdebatan keberadaan Nyi Roro Kidul, ada satu cerita yang sangat begitu mengundang rasa penasaran. Yaitu hubungan spesial antara Kanjeng Nyi Roro Kidul dengan Presiden Pertama Indonesia Soekarno (Bung Karno).

Banyak buku dan artikel ilmiah bergenre sejarah yang mencoba membahas hubungan Bung Karno dan Penguasa Laut Selatan itu.

Presiden Soekarno disebut-sebut pernah melakukan pernikahan atau perkawinan secara gaib dengan Sang Ratu.

Dari beberapa sumber, presiden pertama Indonesia ini pada beberapa kesempatan kenegaraan mengawali sambutannya dengan cerita tentang sosok Nyi Roro Kidu.

“Ratu Roro Kidul, Ratu dari laut selatan, Ratu dari samudera yang dulu bernama Samudera Hindia, tetapi kemudian kita ubah dengan nama Samudera Indonesia, saudara-saudara,” kata Soekarno saat melantik R.E Martadinata sebagai kepala Staf Angkatan Laut Indonesia di Istana Merdeka, Jakarta, 17 Juli 1959.

BACA JUGA: Hotel Horor: Tetangga Kamar 305, Tak Ingin Aku Terlelap

Ia melanjutkan kembali kisahnya bahwa sejak zaman lampau, apalagi sejak zaman Mataram Islam, ada tradisi yang mengatakan bahwa Raja bisa menjadi Raja besar yang kuat, pimpinan bisa menjadi yang kuat, jikalau beristrikan Ratu Pantai Selatan.

Sang Proklamator ini kembali membuka sambutan dengan menceritakan sosok Nyi Roro Kidul ketika Musyarawah Nasional Maritim, 23 September 1963.

Kata Bung Karno kala itu, terserah mau percaya atau tidak. Itu bukan soal. Akan tetapi ,nyata bahwa ini berisi satu simbol.

“Kepercayaan ini berisi satu simbolik bahwa tidak bisa seorang Raja, bahwa tidak bisa negara Indonesia ini menjadi kuat, jikalau tidak punya Raja kawin beristrikan Ratu Roro Kidul," ujarnya.

Simbolik itu, sambung dia, berarti bahwa negara Indonesia hanyalah bisa menjadi kuat jikalau juga menguasai lautan.

“Jikalau negara Indonesia ingin menjadi kuat, sentosa, sejahtera, harus kawin juga dengan laut. Bahwa bangsa Indonesia tidak bisa menjadi bangsa kuat, tidak bisa menjadi negara kuat, jika tidak menguasai samudera, jika tidak kembali menjadi bangsa maritim,” tandas Soekarno.

BACA JUGA: Penasaran Hantu Pastor Tanpa Kepala? TPU Jeruk Purut Menunggu…

Tidak sebatas itu saja, hal tersebut diperkuat dengan cerita para penduduk yang tinggal di Pantai Citepus, Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat.

Dari penuturan mereka, Bung Karno acapkali datang berkunjung ke kampung tersebut.

 Pada 1960 dibangun Istana Presiden Republik Indonesia di kawasan itu. Persis di bibir Pantai Citepus. Namanya Pesanggrahan Tenjo Resmi.

Tak jauh dari situ, dibangun pula Samudera Beach Hotel dengan anggaran Rp 660 miliar dari dana perampasan perang Jepang.

Hotel ini pun akhirnya melahirkan segudang cerita yang bertalian dengan Ratu Pantai Selatan, di mana dianggap sebagai Gerbang Kerajaan Sang Ratu dan tempat pertemuan antara Bung Karno dengan Nyi Roro Kidul di kamar 308.

Pernikahan antara Bung Karno dan Nyi Roro Kidul juga tertulis dalam buku Dunia Batin 2 Macan Asia: Pengalaman-Pengalaman Spiritual Bung Karno dan Pak Harto (2014).

Di buku tersebut diceritakan bahwa kawin disimbolkan sebagai upaya Bung Karno memperkuat bangsa Indonesia dari segi Maritim atau laut sebagaimana pada zaman Kerajaan Majapahit dulu.

Ia ingin kembali mengulang kebesaran Nusantara masa lalu dengan mencoba mengadopsi sistem Kemaritiman Majapahit yaitu dengan kawin atau menikahi lautan.

Artinya manusia Indonesia mesti menyadari bahwa mereka hidup di negara maritim yang besar sehingga harus berkolaborasi dengan laut bila ingin jaya.(GenPI.co)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Tommy Ardyan

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co