Aku Terkulai Lemas Dibujuk Rayu Teman Online

02 Januari 2020 14:30

GenPI.co - Malam ini aku larut dalam ingar bingar musik disko yang memekakkan telinga. 

Di sudut meja bar pojok itu, aku sendiri berkawan sebotol wisky yang baru pertama aku sesap. 

Pusing, merinding, dan rasanya ingin muntah. 

Tapi aku harus rela untuk sedikit berpura-pura tangguh dan menikmati minuman para penikmat dunia malam itu. 

Lagi-lagi aku asik sendiri, sembari menggoyang-goyangkan kaki dan kepala kiri kanan mengikuti alunan musik DJ.  

Keberadaanku di tempat ini berawal dari cerita seminggu lalu, saat termenung di sebuah kafe dengan secangkir kopi.

Dengan nyaman dan tanpa rasa canggung aku sedang asyik membuka sebuah aplikasi berlogo api merah di ponsel. 

Untuk yang masih single atau bahkan player mungkin sering kecanduan aplikasi ini. 

Aku swipe kiri jika kurasa tak sesuai, aku swipe kanan pada sosok yang kulihat punya aura dan rasa yang sama denganku. 

Semua penuh ilusi dan pembodohan belaka. Tertarik hanya tertuju pada fisik. Tentu aplikasi ini sangat tidak berpihak pada siapapun yang punya fisik yang tak menawan. 

Mungkin seperti aku, kurus, pendek, kulit gelap, pakai kacamata lagi. Jauh dari idaman para laki-laki bersolek yang kutemui di aplikasi itu.

Semenit, dua menit hingga hampir 10 menit belum ada yang ‘match’. Seperti biasa memang aku tak menarik di mata mereka dan akhirnya berujung kecewa. 

Aku hanya bisa naksir, tapi kadang memang tak sadar diri. Aku ini siapa? Entahlah.

Sesaat sebelum kumatikan layar ponsel, tiba-tiba kuterima notifikasi pesan dari aplikasi itu. 

Ya namanya juga budak cinta  alias bucin, langsung dengan sigap membuka pesan. Tujuannya sederhana, hanya ingin mencari teman ngobrol yang enak. 

Dan jeng jeng, pesan itu muncul dari laki-laki yang tak kuduga. Kami baru match beberapa saat lalu. Jaraknya hanya 1 km dari tempatku. Secara fisik, pria 30 tahun ini terlihat seperti orang baik dengan perilaku santun.

"hai, Bella. Cao Bella.... Lucu ya namamu, seperti orangnya. Pasti anaknya juga asik banget nih. Bolehkah aku mengenalmu," 

Duuarrrr.......tunggu-tunggu. Dalam perjalanan asmaraku yang tak seberapa istimewa ini, terus terang baru pertama ini aku mendapatkan pesan dari seorang pria yang sangat ‘so sweet’ ini. 
Pertama match lagsung memborbadir dengan rangkaian pujian manis nan panjang. Aw!

"Hi... Roy.... Bukan Kiyoshi apalagi Jordi.. Salam kenal hehehe”   

Degup jantungku semakin tak beraturan. Kadang cepat namun tiba-tiba melambat.  

Namun sekali lagi, aku tak mau terlalu percaya diri. Semuanya harus dalam takaran yang biasa aja. Sekali lagi aku tak baper. Ingat hanya butuh teman ngobrol yang asyik, cukup. 

Tak lama berselang ia pun membalasnya.

"Hahaha... Bisa saja kamu nih. Stay di mana nih? kita dekat banget hanya 1 kilo lo,"

Aku pun mencoba membalasnya dengan sok asyik.

"Kebetulan aku di caffe banana nih. Dekat banget sama GOR. Kamu?" balasku

"Wah.. kosku dekat dari situ. Kepleset juga sampe.. haha," sahutnya

Sejenak aku membatin. Chat macam apa ini? Ah sudahlah.. Aku mencoba sok asyik lagi.

"Wah pasti kamu di kos pria muslim.. yang ada tulisannya ‘Dilarang membawa lawan jenis masuk masuk’ itu ya? Hahahaha,"

5 menit kemudian, si Roy membalas

"Tapi walaupun gak bisa bawa lawan jenis masuk. Boleh dong kita bersua dan tatap muka?" tanyanya

Aku pun dengan garcep membalas.. karena sangat asyik.. hehe

"Maksudnya tatap muka?" tanyaku penasaran

"Yah maksudnya ketemu gitu di luar, kapan-kapan aja gak sekarang,"  balasnya.  

Pikirku langsung tertuju pada karakter pria yang sedang tidak ada aktivitas, hanya rebahan di kos, iseng-iseng buka aplikasi, tak pernah serius dengan cinta. 

Bermodal wajah tampan dengan pose selfie di dalam mobil. Meskipun pada foto lainnya, ia menampilkan beberapa desain gambar sebuah rumah dan bangunan. 

Benar saja, sesuai dengan yang tersemat di bio-nya, si Roy dengan paras manis ini adalah seorang desainer Interior. Level PD-nya sudah tingkat dewa.

Singkat cerita, sejak malam itu obrolan kami berlanjut ke WhatsApp. Dia memulai untuk mengontakku. Hari demi hari chat kami semakin intens. 

Belum ada rasa, hanya kata-kata candaan yang selalu kami gunakan. Itu yang membuat sensasi chattingan mengalahkan rasa hati yang sebenarnya. Jujur dia cerdas dan tangkas. Karakter pria idaman kaum hawa.

Obrolan kami selama seminggu hanya sebatas ranah pekerjaan, hobi hingga isu-isu terkini seperti banjir, demo dan macet. 

Kebetulan kami sama-sama perantau yang mengadu nasib di Ibu Kota. Dia bekerja di sebuah perusahaan pengembang perumahan real estate di kawasan Sudirman. Aku adalah seorang jurnalis dan penulis.

Di suatu malam, sebelum akhir pekan. Dia mengajakku untuk bertemu. Dia putuskan untuk bertemu di sebuah lounge and bar di kawasan Kuningan.  

Malam itu cuaca sedikit mendung. Tak biasa, Jakarta bisa sedingin itu.

"Roy, aku dah sampai nih," chat ku sembari menunggu Roy di tempat hit anak gaul Jakarta.

Aku tak berani masuk, sebelum Roy muncul di depanku dan mengajakku. Malam itu adalah malam pertama aku bertemu dengan teman online-ku. 

Seorang laki-laki dengan paras manis, tinggi, kulit sawo matang, bersih dan fotogenic. Sekilas mirip aktor Anjasmara. Aku pun tak menyia-nyia kan kesempatan itu untuk berdandan cantik nan elegan. 

Aku pilih dress merah marun yang kubeli beberapa hari lalu. Aku pun memakai sedikit polesan makeup, serta wangi parfum termahal yang pernah kubeli. 

Melengkapi penampilanku, aku meminjam sepatu hak tinggi dan tas mewah dari sahabatku. Duh memang ini berlebihan.

"Roy, kamu sudah sampai mana? Maaf tanya terus.. kakiku gatal digigit nyamuk di luar," tanyaku

Sudah hampir 30 menit aku menunggu Roy di luar. Berkali-kali security berwajah sangar pun menghampir aku sambil bertanya 

"Kak.. sedang nunggu siapa? Masuk aja.. nanti masuk angin di luar."

Aku pun tak berani untuk menelepon Roy karena sebelum aku berangkat, dia bilang masih ada meeting mingguan dulu dengan orang kantor, jadi mungkin datang sedikit terlambat.  

Aku sangat maklum dan terus sabar. Walau malam itu di luar bar sedang ramai-ramainya oleh party gowers yang hendak melepas penat.

Sudah pukul 10 malam. Kami janji pukul 9. Aku putuskan untuk chat Roy lagi

"Roy sudah dekat kah? Maaf, misal 15 menit kamu belum datang, aku melipir di warung sate taichan sebelah ya," terangku.

Tak lama dia akhirnya balas

"Sorry Bella... kamu masuk aja. Aku udah pesan satu meja. Bilang ke recepcionist atas nama Roy Pulungan, ya!"

"oke," balasku singkat   

Aku pun masuk dan duduk di meja bundar kecil di pojokan.

"kak, mau open sekarang?" tanya seorang waiter kepadaku

"Oke kak! Boleh minta menunya?" balasku

"Maaf kak, tadi kak Roy sudah pesan satu paket pitcher, jadi kakak gak perlu pesan lagi,"

"Oke makasih mas," balasku

Untuk awam sepertiku yang tak tahu dunia malam macam ini, rasanya sangat campur aduk. Antara senang bertemu dengan pujangga cinta, tetapi rasa gugup tak dapat dihindari. 

Di lain sisi, dunia macam ini sangat kontra terhadap gaya hidupku yang hampir 12 jam kuhabiskan di depan laptop dan berjibaku dengan asap ibu kota. 

Sesekali jika butuh hiburan, paling fancy hanya sebatas mall dan coffee shop. Bahkan untuk menyeruput alkohol pun aku tak pernah.

Denting jam sudah menunjukkan hampir pukul 11 malam. Roy, teman online-ku belum juga datang. 

Selama aku menunggunya, aku hanya minum satu sloki bir dengan kadar alkohol rendah. Aku tak mau menambah. Mata semakin ngantuk, bulu kaki sudah berdiri karena hawa dingin. Dia belum juga muncul. Positif thinking, mungkin macet.

Musik DJ mulai berputar jam 22.30. Asap rokok dan pemandangan orang berjoged sudah mulai memekakkan telinga dan mata. Walaupun akhirnya aku menikmatinya. Seorang diri berkawan keramaian.          

"Bella.. masih di sana? Kamu nikmatin dulu ya musiknya. Aku accidently harus putar balik ke kantor. Ada berkas yang harus diselesaikan malam ini. I’m really sorry. But u still have fun there," sebuah chat dari Roy.

Aku tak pernah membayangkan kondisi ini. Tapi aku tak bisa protes. Sekali lagi nggak bisa. Roy, seorang teman dunia maya hanyalah teman baik dan seorang pria yang bukan siapa-siapa. 

Aku pun sadar, niatku untuk menumbuhkan rasa malam itu terhadapnya harusnya tak terjadi. 

Aku agenda ke seratus dari prioritas penting bagi orang sesibuk Roy. Setelah itu kami masih berteman baik sampai hari ini.

"Oke Roy, aku pulang ya," jawabku.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Tommy Ardyan Reporter: Hafid Arsyid

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co