Etika Berhumor di Saat Corona, Menurut Seno Gumira Ajidarma

13 April 2020 23:25

GenPI.co - Masyarakat Indonesia dan humor sejatinya tidak terpisahkan. Di tengah situasi sesulit apa pun, humor terbukti tetap hidup dan tidak bisa dibendung, termasuk di masa pandemi virus covid-19 ini. 

Format-format humor bertemakan virus corona ini bahkan telah beredar luas atau mudah kita temui, dari video dan status di media sosial, gambar meme, kartun atau ilustrasi, mural, sampai papan imbauan humoristis.

“Di Indonesia ini, segala hal bisa dihumorkan. Dulu yang sering jadi sasaran humor adalah penguasa, sekarang corona. Bedanya, sekarang corona tidak bisa tersinggung saja,” kata Seno Gumira Ajidarma, dalam seminar daring yang diadakan oleh Ihik3, Sabtu (11/04/2020) pukul 14.00-16.00 WIB, yang mengambil tema “Etika Berhumor”.

Walau corona tidak bisa merasa tersinggung dan berbuat sesuatu untuk melampiaskan emosinya itu, tetapi berhumor tentang corona di masa saat ini juga ada aturan tak tertulisnya. 

Sebab, seperti halnya humor-humor lain, banyak pihak berpotensi tersinggung dibuatnya, terlebih para pasien covid-19 dan keluarganya serta pihak-pihak yang merasakan langsung dampak dari pandemi ini di hidupnya.

Sastrawan dan pemikir humor tersebut mengingatkan kembali bahwa humor sejatinya memiliki etika, yakni humor harusnya berpihak kepada yang lemah, sedang tidak beruntung, dan semacamnya. 

BACA JUGA : Politik Sering Tegang, PDIP: Harus Ada Humor Biar Gak Baper

Ia berpesan jangan sampai humor bertema corona yang bermunculan malah menambah penderitaan orang. 

Justru seharusnya humor menjadi pelampiasan atau sarana relaksasi dari situasi darurat seperti sekarang ini.

Tidak hanya bagi komedian, para pejabat pun perlu tahu etika berhumor dan siap bertanggung jawab saat berhumor di ruang publik. Seno mengaku tidak anti dengan para pejabat negara yang berhumor. 

Hanya saja, kualitas humor pejabat kita saat ini mayoritas belum bisa menyamai atau melebihi mantan Presiden RI, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), sehingga alih-alih menghibur malah menjadi blunder.

Pendapat Seno ini dikonfirmasi oleh pembicara lain di webinar Ihik3, Yasser Fikry. Sore itu, Yasser membagikan pengalamannya di luar kegiatannya sehari-hari sebagai dosen di suatu perguruan tinggi, yakni sebagai seniman komedi.

BACA JUGA : Punya Selera Humor Tinggi, 5 Zodiak Ini Bikin Ngakak Pasangannya

Sebagai eks penyiar radio humor pertama di Indonesia, Suara Kejayaan, Yasser patuh pada etika berhumor. Di ruang dengar publik, misalnya, ia tidak diperkenankan untuk membercandakan bencana, dark jokes, serta humor bertema SARA, ideologi tertentu, dan aparat pemerintah.

“Etika humor sangat diperlukan jika materi yang ingin disampaikan bakal menjadi konsumsi publik. Untuk itu, wajib hukumnya untuk mengenali dan memahami siapa lawan bicara Anda, agar Anda dapat mengukur seberapa jauh dia dapat menerima humor Anda,” jelas pengurus Persatuan Seniman Komedi Indonesia (PASKI) sekaligus Chief Creative Officer (CCO) Ihik3 itu.

BACA JUGA : Punya Rasa Humor Sama, Kalian Pasti Pasangan Serasi

Alasan lain mengapa etika perlu diterapkan dalam berhumor adalah karena sifat humor itu sendiri kaya akan konteks. 

Alhasil, cara setiap orang untuk mencerna suatu humor berbeda- beda, sangat bergantung dari wawasan, pengalaman, pandangan politik, agama atau kepercayaan, dan lain sebagainya. 

Maka dari itu, apa yang menurut seseorang lucu bisa saja dianggap tidak oleh orang lain.

Nah, ketika pelaku humor perlu memiliki etika dan tanggung jawab, para konsumen juga perlu tahu etikanya tersendiri. 

Etika sebagai konsumen humor ini, dicontohkan Seno, adalah dengan tidak menjadikan subjektivitasnya sebagai justifikasi tunggal terhadap suatu humor. 

Sebelum marah-marah atau memprotes humor, kita sebagai konsumen juga perlu berwawasan dulu, sehingga bisa melihat konteks humor tersebut secara luas dan tidak terjebak pada satu perspektif saja.

“Humor itu sering dipermasalahkan oleh orang yang marah. Karena saat seseorang marah [terhadap humor], dia bisa menunjukkan siapa dirinya. Pada masa politik identitas ini, marah terhadap humor bisa jadi alat aktualisasi diri. ‘Apa lagi ya yang harus saya tunjukkan untuk memperlihatkan saya ini siapa?’,” jelas satu dari tiga tokoh pendiri Ihik3 tersebut.

Seno juga berpendapat konsumen humor kalau bisa tidak hanya mengkritik balik humor yang dianggap tidak beretika atau kelewat batas dengan serius, tetapi dengan humor pula.

Diskusi daring ini merupakan upaya Ihik3 sebagai lembaga kajian humor untuk berkontribusi terhadap bangsa dan negara, utamanya dengan mengedukasi manfaat, etika, cara penggunaan dan lain-lainnya terkait humor. 

Humor harus tetap ada di tengah masyarakat kita, apalagi di tengah pandemi ini, karena humor bisa memberikan ketenangan dan membuat hati gembira yang pada akhirnya juga berguna untuk menangkal virus corona. 

Akan tetapi, masyarakat juga harus tahu bahwa berhumor itu juga ada etikanya.

“Humor memerlukan kedewasaan. Tanpa kedewasaan, humor ya hanya menyinggung dan tersinggung saja,” tutup Seno.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Landy Primasiwi

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co