Cerita Horor: Kuntilanak Merah Jemput Aku Sepulang Sekolah

24 Mei 2020 07:21

GenPI.co - Namaku Niken, aku seorang siswi yang bersekolah di salah sekolah menengah kejuruan paling ternama di Indonesia.  

Setiap orang pasti akan dibuat kagum jika melihat langit berwarna oranye kemerahan yang kerap disebut senja. Berbagai perasaan kerap timbul saat melihatnya, ada senang, haru bahkan sedih. 

BACA JUGA: Takdirnya Istimewa, 4 Zodiak Ini Bisa Sukses dan Tajir Melintir

Namun, tidak begitu yang aku rasakan, setiap kali langit menjadi kemerahan perasaan takut langsung aku rasakan.

Beberapa tahun lalu aku sama seperti semua orang, menjadi penikmat senja. Sampai akhirnya pada waktu itu aku melihat sosok yang tak seorang pun ingin melihatnya. Hari itu sangat mengubah hidupku hingga saat ini.

4 tahun Silam

"Niken, gue balik duluan ya, nggak apa-apa kan kalo ditinggalin sendirian? Adrian udah jemput nih," ucap Lala sahabatku.

"Oh iya la, duluan aja santai. Bentar lagi ini selesai kok tinggal lem bagian atapnya aja nih agak ribet," kataku sambil membuat maket tugas kelompok di kelas.

"Ya udah gue duluan ya, hati-hati lu sendirian, jangan sampe malem di sini," peringatannya.

BACA JUGA: Iran Ancam Akan Lenyapkan Rezim Zionis Israel

"Dih apaan sih lu rese banget, sana balik kasian cowok lu nunggu kelamaan depan pagar sekolah, nanti diusir satpam," ujarku mengusir Lala.

"Byeeee ken, kabarin gue kalau udah sampe rumah nanti ya, gue bawa sisa bahan yang kemarin," ucap Lala sambil meninggalkan kelas.

"Hati- hati lu, langsung pulang jangan pacaran dulu," teriakku.

Setelah Lala pulang rasanya sepi sekali suasana kelas, sampai akhirnya aku memutuskan untuk menyalakan musik agar setidaknya suasana tidak terlalu hening. 

BACA JUGA: Dianggap Sepele, Ternyata Ini 3 Tipe Orang yang Panjang Umur

Jam dinding tengah ruangan kelas sudah menunjukan pukul 17.00 WIB. Saat sedang asik bersenandung dengan musik yang aku nyalakan, terdengar suara seseorang sedang menyapu halaman depan kelas.

Mataku yang sudah cukup dibuat perih dengan lem tembak dan leher yang mulai terasa pegal, akhirnya memutuskan untuk menghirup udara segar terlebih dahulu di kelas. 

Benar dugaanku, terdapat seorang pria sedang menyapu di depan kelasku.

"Indah banget ya langit senja, nggak bisa tiap sore menikmati pemandangan ini," ucapku dalam hati sambil melihat langit.

"Eh belum pulang neng?" tanya Bapak tersebut

"Belum pak, sebentar lagi ya pak," jawabku

"Jam setengah 6 kelas sudah harus ditinggal ya neng," ucap Bapak tersebut

"Kenapa emangnya pak?" tanyaku bingung

"Ruangannya mau saja kunci biar aman, lagian nggak baik anak gadis pulang malem bahaya," jelasnya.

"Oh iya pak," jawabku sambil kembali memasuki kelas.

Karena tampaknya semua tugas ini masih belum bisa diselesaikan sore ini juga, aku harus segera pulang dan melanjutkannya di rumah. 

Aku bergegas merapikan semua barang-barang dan pulang. Rasanya mataku masih sangat terasa perih karena terlalu lama bermain dengan lem tembak ini. Sehingga membuat pandanganku cukup berbayang.

Setelah selesai membereskan barang aku keluar kelas dan menutup pintu, betapa kagetnya aku dibuat bapak penjaga mendadak ada dibelakangku. 

Ia mengatakan hati-hati saat berjalan di koridor. Hal tersebut terasa ganjil, tapi aku mengabaikannya.

Jam masih menunjukan pukul 17.15, tapi sekolah tampak sudah cukup gelap, karena memang kawasan sekolahku ditumbuhi banyak bambu kuning. 

Berjalan sambil memerhatikan langit kemerahan sangat menyenangkan, sampai akhirnya aku mengalihkan pandanganku ke arah banyaknya bambu kuning.

Aku melihat seorang wanita berbaju merah dengan rambut yang sangat panjang. 

Wajahnya tidak jelas, sehingga membuat aku menghentikan langkah sejenak untuk memerhatikan. Saat berusaha membuat pandanganku fokus, aku mengucek mataku berkali-kali. Sebelum mataku terbuka aku mendengar suara anak ayam dari kejauhan.

Mendengar hal tersebut, aku langsung teringat ucapan seorang temanku, bahwa suara kuntianak itu seperti anak ayam. 

Bila suaranya kencang berarti ia jauh, tetapi sebaliknya bila kecil berarti makhluk tersebut ada dekat dengan kita. 

Mendadak bulu kudukku berdiri dengan cepat, tanpa mau melihat ke arah yang aku inginkan tadi. Aku segera berlari cepat sepanjang koridor.

Gubrakkkkkk... Aku pun terjatuh saat sedang berlari, rupanya peringatan bapak tersebut untuk hati-hati karena ia baru saja mengepel area sepanjang koridor. 

Pinggang dan kepalaku terasa sangat sakit saat terjatuh, sehingga aku berjalan menuju gerbang sekolah sangat pelan sambil kembali melihat ke arah langit sesekali.

Aku pun duduk di halte sekolah sambil menunggu angkot untuk pulang. Tidak satupun angkot melintas, sekalipun ada ia melaju dengan sangat cepat tanpa melihat aku yang memanggil.

Azan magrib pun berkumandang, tidak lama aku mendengar suara sirine ambulan melaju memasuki sekolahku.

Seperti terburu-buru karena ada terjadi suatu kejadian, padahal aku merasa sekolah sangat sepi tak ada orang sama sekali. 

Akhirnya aku kembali pulang ke rumah. Terdengar suara tangis mama sangat jelas dari kamar. Aku tidak sama sekali curiga. Pasalnya, kedua orang tuaku kerap bertengkar sehingga membuat mama menangis.

Aku mendengar sebuah motor parkir di rumahku. Aku sangat yakin itu Adrian yang mengantar Lala untuk memberikan bahan sisa maket. Aku pun segera keluar dari kamar untuk menghampiri dia.

"Innalillahi wainna ilaihi rajiun. Tante maafin lala, ninggalin Niken sendirian disekolah," ucap Lala sambil memeluk mamaku menangis.

Mendengar hal itu dan berusaha menyambungkan berbagai cerita yang aku alami sebelumnya sampai di rumah. Akhirnya aku sadar, aku tidak lagi ada di dunia ini. Jatuhnya aku dikoridor sekolah membuat aku kehilangan nyawa.

Merasa shock pastinya, tapi aku tidak menyangka bahwa aku lah yang menjadi korban sekolah di tahun itu. Pasalnya, sekolahku memang terkenal mengambil nyawa setiap tahunnya, bagaimana pun kejadiannya, tahun demi tahun seperti harus ada satu orang yang meninggal.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co