GenPI.co - Salah satu bagian dari literasi digital adalah berpikir kritis. Namun, hal ini belum digunakan secara maksimal. Pasalnya, pendidikan dasar anak-anak lebih sering diajari untuk menghafal.
Padahal, kemampuan menghafal hanyalah sedikit dari kemampuan otak yang bisa dioptimalkan.
BACA JUGA: Kelemahan Jokowi Terkuak, Gatot Minta Sobek Surat Presiden
Literasi digital mengajarkan manusia sadar dengan data (data awareness), kemampuan menganalisa data agar mampu mencerna informasi yang masuk, dan kemampuan untuk fokus.
Di acara webinar bertajuk Implementasi Literasi Digital di Masa Pandemi. Pustakawan Utama Perpusnas Sri Sumekar mengatakan, perpustakaan sedang giat melakukan Gerakan Literasi Digital.
Gerakan tersebut mengajak peran serta aktif para perguruan tinggi.
BACA JUGA: Ngeri! Pernyataan Gatot Nurmantyo Soal PKI Bisa Jadi Benar
"Gerakan Literasi Digital sifatnya responsif. Dan sasaran utamanya adalah para milenial," ujarnya.
Konteks literasi digital juga sudah menjadi pembahasan internasional, yakni International Federation Library Association (IFLA).
IFLA menyarankan bahwa perpustakaan harus menjadi bagian dari pembangunan nasional berkelanjutan (sustainable development goals/SDG’s).
BACA JUGA: Langkah Anies Baswedan Bikin Istana Panas: Sudahlah, Pak Jokowi!
Ini menjadi salah satu targetnya pada 2020 adalah peningkatan literasi, inovasi, dan kreativitas.
Pada masa pandemi, seluruh fungsi perpustakaan dilakukan melalui digital, seperti penguatan koleksi digital, bantuan buku digital, dan pendirian pondok baca digital (Pocadi).
"Pondok baca digital sudah dimulai sejak 2019. Dan ditargetkan pada 2021 telah mencapai 160 titik," pungkas Sri Sumekar.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News