Di Bali, Tubuh Perempuan Bersuami itu Menempel Erat padaku

03 Desember 2020 17:40

GenPI.co - Desas-desus kasus perselingkuhan dengan teman sekantor memang jadi topik abadi. Aku tidak menyangka, jika ikut terjerat dengan hubungan terlarang itu.

Jam kerja yang panjang, membuat interaksi dengan teman kantor lebih lama dibanding dengan keluarga di rumah. Mungkin, ungkapan “witing tresno jalaran soko kulino” memang benar adanya. Cinta bisa tumbuh karena terbiasa.

BACA JUGA: Kisah Pilu Penyintas Covid-19: Ditinggal Ayah & Menderita 40 Hari

Sudah dua bulan ini aku dekat dengan Hani, rekan kerja di divisiku. Aku tak ingin menyebut jenis pekerjaan apalagi nama kantor. Takut ketahuan dan akan merusak kehidupan kami.

Semua bermula ketika Si Bos menyuruh aku dan Hani pergi ke Bali. Perusahaan cabang kantor kami akan mengadakan sebuah event besar. Aku dan Hani ditugaskan untuk memantau perkembangannya.

Kami pun berangkat berdua menggunakan tiket pesawat dan akomodasi  hotel yang telah disediakan kantor. Eits, kami masih tidur beda kamar, lo yah!

Berdua dengan seseorang, di Bali, serta mengurus satu event yang sama membuat kami menjadi dekat. Pulang memantau perkembangan event, kami selalu tak langsung pulang ke hotel.

Kami pergi ke pantai, menikmati sunset di Kuta hampir setiap hari. Momen-momen bersama ini membuat aku dan dia semakin akrab.

Obrolan yang tadinya hanya seputar pekerjaan, kini mulai merambah ranah pribadi. Ada satu kesamaan kami, yakni sama-sama merasa salah mengambil keputusan.

Kami sama-sama menikah muda, aku dan Hani menikah di umur 25 tahun. Itu, membuat kami kehilangan masa-masa muda.

“Ternyata itu terlalu muda ya, nggak, sih? Bayangin baru lulus kuliah, kerja baru berapa tahun, langsung nikah. Belum nikmatin punya duit banyak dan senang-senang, eh, udah punya beban keluarga dulu, hahaha,” kata Hani sambil tertawa getir.

Tidak ada yang salah dengan kehidupan keluargaku maupun Hani. Hanya saja, kami sama-sama bosan dengan rutinitas pernikahan yang ternyata tidak seindah film-film romantis.

Sunset kala itu tinggal setengah, sebentar lagi gelap. Dan kami menikmati momen itu sembari berbicara tentang hidup yang terasa membosankan. 

Tanganku tak kusadari sudah menempel di tangannya, kami saling menoleh, kepalaku mendekat ke wajahnya, dan entah dorongan dari mana aku bisa mencium keningnya.

Dia diam, kami diam untuk waktu yang lama. Hari sudah gelap dan kami memutuskan pulang tanpa sepatah kata pun.

Di atas sepeda motor kami menuju hotel dengan perasaan campur aduk. Hatiku tak karuan, mungkinkah aku salah sudah melakukan itu?

Namun, beberapa kilometer sebelum sampai di hotel, dia mulai mengencangkan pegangan, lebih mirip memeluk sebenarnya. Dagunya menempel di pundakku.

“Makasih, ya, udah berbagi cerita tadi,” kata dia.

Huh, aku lega, itu tidak membuatnya marah. Aku memelankan laju sepeda motor. Mencoba menikmati Bali di malam hari sedikit lebih lama dari biasanya.

BACA JUGA: Tubuh Sintalmu Berhasil Menguras Tabunganku

Sejak saat itu, kami menjadi lebih dekat. Sepulang dari Bali pun, aku dan Hani tetap sering meluangkan waktu sebelum masing-masing pulang ke rumah.

Kami sama-sama sadar sudah saling menyukai, meski juga tahu bahwa masing-masing sudah berkeluarga.

Kami sering dihinggapi pertanyaan besar. Ketika kami saling menyukai, tetapi tanpa hubungan spesial apapun, bisakah itu disebut selingkuh?(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co