Ciuman Terakhir Sebelum Kamu Pergi…

23 Januari 2020 10:00

GenPI.co - Liburan akhir semester membuat aku merealisasikan niat pergi ke Surabaya, Jawa Timur. Rasanya sudah lama aku tidak pulang ke rumah orang tua. 

Padatnya kegiatan di kampus membuat aku lupa bahwa aku punya kehidupan pribadi. Namun kepulanganku kali ini memberikan kisah spesial, yang tidak pernah aku lupakan. 

Seperti biasa sesampainya di rumah aku selalu menyusun jadwal untuk bertemu dengan beberapa teman SMA. Biasanya yang kami lakukan adalah nongkrong di KFC ataupun hanya sekadar nonton. 

Sore itu, Wanda sudah berada di depan rumah bersama motor bebeknya. Dia siap membawa aku keliling kota. Namun kali ini Wanda tidak membawa aku pergi ke KFC atau nonton. 

BACA JUGA: Bram, Kamu Telah Merusak Masa Depanku!

“Welcome back sister, kali ini aku akan ajak kamu buat ngopi cantik di coffee shop,” ujarnya bersemangat. 

Aku pun lantas mengamini ajakannya. Sambil menikmati pemandangan kota yang cukup macet Wanda berkata padaku. 

“Kayaknya kalau kita berduga garing deh Mel, kita ajak anak-anak lainnya yaa!” pintanya. 

“Boleh juga, nanti kalau sudah sampai lokasi saja kita hubungi mereka,” jawabku. 

Akhinya motor bebek Wanda berhenti di sebuah kafe dengan tampilan lucu dan artistik. 

BACA JUGA: Anto, Sebenarnya Aku dan Kamu Pacaran Nggak Sih?

Wanda memang selalu mengerti seleraku. Setelah kami berdiskusi dengan tukang parkir, kami pun masuk ke dalam. 

Suasana dingin pun menyergap, aroma kopi yang pekat pun menusuk penciumanku. 

Penasaran dengan kopi yang dijual, aku pun mendatangi baristanya. Segudang pertanyaan terkait kopi pun terlontar. 

Kopi apa yang dijual di sini mas, arabika atau robusta?” tanyaku basa-basi. 

“Di sini ada coffee bland dan arabika. Kakak mau yang mana kami punya dari berbagai daerah, Kalosi, Lampung, Gayo, Bajawa, Flores dan banyak pokoknya,” ujar salah satu barista. 

“Aku ingin mencoba Bajawa dengan V60…….” Jawabku sambil menengok ke arah seseorang yang berdiri di samping barista. 

“V60 Flores Bajawa, sejak kapan kamu suka kopi?” sahut lelaki itu. 

“Doni…..?” 

“Rupanya Yogya sudah mengubahmu ya, Mel?” sambungnya. 

Oh my God, sore itu aku berasa beku di depan meja barista. Lelaki di depanku adalah Doni, mantan pacarku yang sudah lama aku putusin. Aku nggak boleh gerogi, tarik napas Mel dan rileks. 

Jantungku berdegup kencang dan tak tertahankan. Aku kembali ke meja dan menemui Wanda. 

“Ada Doni Wan, dia kerja di kafe ini?” Kataku sambil gemetar. 

“Iya memang, Doni yang punya kafe ini. Kenapa sih kamu ketemu mantan kayak ketemu setan?” ujar Wanda.

“Gila, kenapa kamu bawa aku kesini? Kamu sengaja?”

“Mely….Kamu sama Doni kan sudah masa lalu. Lagian dia juga sudah bertunangan. Apa jangan-jangan kamu masih ada rasa?” tuduh Wanda. 

Setelah pertemuan itu, hubunganku dengan Doni kembali terjalin. Wanda benar, Doni sudah bertunangan dengan seorang calon perawat. Namun entah kenapa aku tidak ingin menghiraukannya. 

Hampir setiap hari aku berkomunikasi dengan Doni. Mulai dari pesan singkat hingga menghabiskan waktu di telepon. Kami memang dipisahkan oleh jarak. 

Hingga suatu saat Doni ingin menemuiku di Yogya. Entah kenapa, mendengarnya aku sudah sangat senang dan tak sabar menunggunya hingga waktu itu pun tiba. 

Doni datang ke Yogya dan aku sengaja cabut dari kampus hanya untuk menjemputnya. Aku tak bisa mengendalikan reflek tubuhku. Saat aku melihat Doni keluar dari pintu kedatangan aku langsung memeluk tubuhnya. Aku pun tak peduli ada berapa orang di sekitarku.

Rasannya aku bahagia dia ada di depanku saat ini. Aku juga tak peduli dia milik siapa saat ini, yang jelas saat dia berada di Yogya dan dia miliku. 

Seminggu dia di Yogyakarta, rasanya seperti sehari. Namun hari-hari itu sangat menyenangkan bagiku dan dia. Hingga pada saat itu. Aku berada di kamar hotel Doni. Aku menemaninya berkemas, karena nanti sore dia akan kembali ke Surabaya. 

“Don, cepet banget sih, kan aku masih kangen,” ucapku manja.

“Kalau terlalu lama di sini nanti malah mengganggu kamu belajar sayang,” jawabnya sambil mengusap rambutku. 

“Tapi kamu sekarang udah jadi milik Sekar, ”

“Belum tentu dia bisa memilik aku meskipun kami sudah tunangan. Yang jelas aku masih sayang sama kamu,” jawabnya seraya mengusap pipiku.

Tatapannya tajam saat itu, aku tidak paham dengan semua perkataannya. Perasaanku campur aduk. Tanganku mencoba meraih pundaknya tanpa berkata apa-apa. 

Saat itu waktu seolah berhenti sepersekian detik. Kami beradu pandang, sedangkan Doni memajukan kepalanya secara pelahan. Tangannya merangkuh daguku hingga kepalaku sedikit mendongak. 

Kemudian aku merasakan bibirnya mengecup bibirku, dan aku memejamkan mata menikmati kehangatan ciuman itu. 

Aku memeluknya dan merasa tak mau kehilangan. Namun waktu tetap berjalan, kami pun berpisah di bandara. Aku bediri di pintu keberangkatan melihatnya masuk ke dalam bandara hingga aku tidak melihatnya lagi. 

Rasa menyesal pun selalu datang belakangan. Andaikan aku dengan Doni tidak putus, mungkin kami masih menjalin hubungan ini. 

Aku pun kembali ke kamar kos, tetapi ada sebuah perasaan tidak enak yang berkecambuk di dalam hatiku. Aku menunggu kabar dari dia. 

Dalam cemas aku menunggu tiba-tiba Wanda menelponku. 

“Mel, mungkin ini akan membuat kamu syok. Doni meninggal, dia kecelakaan. Mobilnya ringsek dia nabrak pembatas jalan, di tol keluar dari bandara,” kata Wanda di seberang telepon.

Aku pun tak bisa berkata apa-apa. Hanya diam seribu Bahasa, sambil menitikan air mata. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Linda Teti Cordina Reporter: Mia Kamila
pacar   mantan pacar   yogya   yogyakarta   kopi   dear diary  

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co