Pengunjung Car Free Day disuguhkan sejumlah kekayaan budaya Nusa Tenggara Timur dalam acara bertajuk #AdaLabuanBajoKomodoDiCFDJakarta, pada Minggu (25/11)pagi. Venue-nya di Park and Ride Thamrin 10, Menteng, Jakarta, atau samping Hotel Sari Pan Pacific.
Keempat kesenian khas NTT tersebut adalah Tari Caci, Rangkuk Alu, tari Ja’i dan atraksi Nenggo Mbata, yang dibawakan oleh anggota Sanggar Compang Cama. Atraksi-atraksi tersebut memiliki keunikan dan filosofi masing masing. Tak heran jika aksi mereka mengundang decak kagum dari para pengunjung CFD Jakarta yang mampir ke venue #AdaLabuanBajoKomodoDiCFDJakarta .
Berikut ini adalah filosofi dari masing masing atraksi yang tampil di CFD pagi tadi.
Baca juga: Lecutan Cambuk Caci di CFD Jakarta
Tari Ja’i
Ja’i merupakan tarian khas masyarakat Ngada dan biasanya ditampilkan di situs Sa’o Ngaza. Tarian ini biasanya digelar secara massal dengan nilai kebersamaan yang disampaikan. Menurut Koordinator Sanggar Compang Cama, Benediktus, tari Ja’i merupakan tarian selamat datang yang biasanya disuguhkan untuk tamu kehormatan.
“Makna tarian ini adalah untuk menyambut tamu kehormatan, seperti ungkapan selamat datang tapi dalam bentuk tarian. Seperti kalau ada tokoh tokoh penting atau tokoh adat kehormatan, kita sambut dengan Tari Ja’I ini, ” jelas Benediktus.
Tari Ja’i biasanya diiringi dengan Laba Go, yakni alat musik yang terdiri dari dhera, wela-wela, uto-uto, meru, dan laba. Menjadi bagian ritual adat, Tari Ja’i harus dibawakan dengan busana lengkap. Baju adat laki-laki terdiri dari boku, mara ngia, sapu, lu’e, keru, lega jara, dhegho, dan sau. Untuk wanita mengenakan lua manu, lawo, mara ngia, dhegho, lega jara, kasa sese, keru, dan butu.
Tari Rangkuk Alu
Tari Rangkuk Alu diadopsi dari permainan tradisional di Flores, NTT. Rangkuk Alu permainan yang memakai bambu sebagai media utamanya. Bambu-bambu ini lalu disusun rapi sedemikian rupa dan diayunkan seperti menjepit oleh beberapa orang. Lalu, sisa penari lain melompat-lompat sembari menghindari jepitan bambu.
Gerakan energik menyerupai tarian ini lalu dipadukan dengan alat musik. Ada gong dan gendang. Lalu, musik ini diiringi dengan lagu-lagu daerah khas NTT.
Mesi kelihatannya mudah dan sederhana Tari Rangkuk Alu ini ternyata sulit untuk dipraktekkan. Beberapa pengunjung CFD yang mencoba ikut serta dalam tarian ini pun kesulitan untuk meniru gerakan dan kelincahan kaki para penari. Bahkan kedua host yakni Ridho Khan dan Nadia Intan juga sempat mencoba tari Rangkuk Alu ini namun gagal. Aksi kocak mereka pun mengundang tawa dari para penonton.
Tari Caci
Tari Caci atau Tarian perang merupakan kesenian khas Manggarai di Pulau Flores, NTT. Caci adalah bentuk ketangkasan bela diri yang dikolaborasikan dalam gerak dan irama. Tarian ini biasa disajikan saat hang woja (panen), penti (ritual tahun baru), dan upacara adat lain.
Secara filosofi, Tari Caci berasal dari kata ‘Ca’ yang berarti satu. Lalu, disambung dengan ‘Ci’ dengan arti menguji. Artinya, Tari Caci ini merupakan uji ketangkasan satu lawan satu. Sebelum dimulai, Caci ini diawali Tari Tandak atau Danding Manggarai sebagai pembukanya. Untuk kostum, penari ini memakai pangkai (penutup kepala) dan baju adat bawah. Pada pangkai dihiasi topeng dari kulit kerbau.
Dimainkan oleh 2 penari utama pria yang disebut Zampi Anak (anak kuda jantan) dan Misscall (pemanggil) ini dilengkapi cambuk sebagai senjata dan perisai. Keduanya akan saling mencambuk, dan salah satu pihak dinyatakan menang apabila berhasil mencambuk wajah lawan.
Seltus dan Eduardus, dua penari utama yang tampil dalam acara #AdaLabuanBajoKomodoDiCFDJakarta ini mengalami sejumlah luka cambukan di sejumlah bagian tubuh mereka setelah melakukan tari Caci. Namun mereka mengaku tidak terlalu merasa sakit apabila mereka benar benar mendalami atraksi tari caci tersebut. Mereka sudah terbiasa merasakan cambukan saat melakukan Tari Caci.
”Ya sakit kalau terlalu di rasa rasa, tapi kalau kita mendalami rasa sakitnya tidak terlalu kentara. Lagipula kita sudah biasa dan sudah sering dicambuk, kita sudah tampil berkali kali, jadi sudah biasa”, ungkap Celtus.
Para penari dari Sanggar Compang Cama ini juga sempat mengajak beberapa pengunjung untuk mencoba melawan dua penari utama dengan menggunakan cambuk. Meski demikian cambukan dari pengunjung tidak ada yang berhasil mengenai wajah lawannya.
Nenggo Mbata
Atraksi terakhir yang dibawakan dalam acara #AdaLabuanBajoKomodoDiCFDJakarta adalah atraksi Nenggo Mbata. Nenggo Mbata ini berarti bernyanyi. Sama seperti di daerah lainnya, NTT juga banyak memiliki lagu tradisional terbaik. Sebut saja, Bolelebo yang bercerita kerinduan pada kampung halaman. Ada juga lagu Larang Wutun dan Nina Noi.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News