Akan Aku Ingat Betul Sentuhanmu di Pantai Tak Bertuan Itu

05 Maret 2020 14:00

GenPI.co - Private beach. Konsep menarik yang kusuka. Ah, memang tidak salah dia memilih tempat ini. Pantai itu masih sepi saat kami tiba. Maklum masih terlalu pagi mungkin. Tenang dan syahdu. Aku pun larut dalam suasana.

Tak berapa lama, Ricko menghampiriku, sambil ia melepas satu headset yang masih bercokol di telingan kananku. “Kupikir kita kesini untuk bersenang-senang, bulan madu kedua kita. Kamu menangis?” tanyanya.

BACA JUGA

Sontak aku dibuat terkejut karena aku tidak menyadari kedatangannya itu. Buru-buru aku duduk, menghapus air mataku.

“Eh, enggak kok. Di sini cuacanya cerah ya?” tanyaku, berusaha mengalihkan pembicaraan.

“Kenapa kamu menangis?” ulangnya. Aku tak menjawabnya. Dia diam menungguku bicara.

“Hmm Ricko, mungkin ini terlalu berlebihan dan mungkin musik yang aku dengar ini sangat tidak sesuai dengan selera musikmu. Tapi, mau kan kamu coba mendengarkan lagu Mahadewi? Enggak usah pedulikan musiknya kalau memang enggak suka. Cermatin aja liriknya” kataku, sambil memberikan headsetku.

Ia terlihat ragu, namun tetap mengambil headset dan memasang di telinganya. Bebrapa bait lirik yang menjadi favoritku dan kuharap ia juga menyukainya.

"Aku tak pernah tahu mengapa kamu selalu ada di hidupku. Sepertinya tak bisa lari dari kamu. Apakah bisa saling mencinta tapi tak pernah saling memiliki? Kita pun tidak punya satu ikatan cinta .Mengapa oh mengapa kita tak bisa menjadi sepasang kekasih hati selamanya".

Aku lihat dia melepaakan headset itu dan mengembalikannya kepadaku. "Bagai,mana menurut kamu?  tanyaku yang sedikit tersipu untuk menanyakan reaksinya dari sebuah lagu. Konyol, pikirku kemudian,

“Kadang aku heran. Orang seserius kamu bisa suka dengan lagu picisan seperti itu”, jawabnya santai.

Aku menjadi salah tingkah. Aku berdiri, lebih memilih untuk berenang daripada melanjutkan obrolan ini. Tapi, Ricko menarik tanganku, memintaku duduk kembali di sampingnya dengan pandangan mata  dan senyum yang selalu kupuja.

Ah, aku benci jika egoku sudah luluh lantak oleh senyuman itu. Senyum yang dulu membuatku tak pernah berani memandang terlalu lama. Itu sebelum dia memintaku menjadi kekasihnya. Aku duduk kembali di tempatku tadi, menatap laut.

“Kau belum merasa sepasang denganku?” tanyanya. Aku mengubah posisi dudukku, sedikit menyamping ke arahnya yang masih bergeming memandang buih. “Bukan itu maksudku, Ri. Jangan pojokkan aku dengan pertanyaan konyol seperti itu".

“Rara, ternyata kamu hanya memikirkan sebuah status yang diakui oleh orang di sekitar kita. Kalau itu membawa sesuatu yang positif untuk kita, aku bisa kalau kau memang menginginkannya, Ra”, cecarnya. Sejurus kemudian, Ricko menggenggam tanganku dengan erat.

“Aku tak bisa menjanjikan kita bisa bersama selamanya jika kamu sendiri masih terjebak pada omongan orang lain. Tapi, kalau saja kamu berani memintanya, mungkin aku akan menyanggupinya. Karena aku sudah yakin, bahwa jika cinta itu memang nyata, maka cintaku adalah kamu."

Kudengar kata per kata yang Ricko sampaikan itu dalam keseriusannya yang dipenuhi luapan hati yang tulus. “Aku percaya, Ri. Aku percaya," kataku, sambil menghambur ke dalam pelukannya.

BACA JUGA

Dia langsung mendekapku erat. Kesunyian pantai ini menjadi saksi bahwa cinta kami memang sejati. Nanti, lagu cengeng tadi akan lenyap dari pemutar musikku. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Irwina Istiqomah Reporter: Hafid Arsyid

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co