Akhirnya Aku Tahu, LDR Paling Jauh Adalah Beda Tempat Ibadah

16 April 2020 07:53

GenPI.co - Aku sangat mencintainya, bahkan rasanya dia lebih penting daripada diriku sendiri. Kami sudah menjalani hubungan selama empat tahun.

Perasaan ini muncul saat kami masih duduk di bangku kuliah semester satu. Reza, kekasihku, adalah orang yang sangat mudah bergaul dengan orang lain.

BACA JUGA: Promo Indomaret Mulai Hari Ini, Diskonnya Kebangetan

Sifatnya yang mudah menolong orang lain dengan tulus membuat aku sangat kagum.

Pada awalnya tidak ada satu orang pun yang mengetahui bahwa aku memendam rasa padanya. Sampai akhirnya ia menyatakan perasaan padaku.

“Chi, aku suka sama kamu. Boleh nggak aku jadi bagian hidupmu?' ucap Reza saat itu.

Aku tidak langsung menjawab. Kubiarkan dia bermain-main dengan perasaan cintanya. Reza tidak menyerah.

“Chika, untuk kedua kalinya oleh nggak kalau aku terus ada di sisi kamu jadi seorang lebih dari sekadar teman dekat?” ujar Reza.

Aku tetap belum memberikan jawaban. Tak kubiarkan hati ini mudah ditaklukkan. Reza ternyata masih memiliki stok kesabaran.

“Mungkin ini terakhir kali aku ngomong sama kamu dan nggak akan pernah minta lagi. Mau nggak kamu jadi pacar aku?” tanya Reza dengan tatapan serius.

“Nggak, Za,” jawabku. Aku sengaja memberikan jawaban sangat pendek kepadanya.

Reza terlihat lemas. Air mukanya berubah. Ini bukan Reza yang biasanya. Kali ini Reza sangat berbeda.

“Kali ini aku nggak mau nolak kamu,” ucapku sambil tersipu malu.

“Chiiiii… Sumpah kamu nyaris bikin jantungku berhenti,” Reza langsung berubah.

Dia menjadi dua orang yang sangat bertolak belakang dalam waktu hampir bersamaan. Reza yang tadinya pucat kini menjadi ceria lagi.

“Jangan, dong. Masak baru pacaran aku udah ditinggal mati aja,” aku masih menggoda Reza.

“Ha Ha nggak akan. Aku nggak bisa janji, tetapi aku berusaha bakal bahagiain kamu,” Reza menggenggam erat tanganku.

Begitulah usaha Reza untuk mendapatkan hatiku. Rupanya Reza tidak mudah menyerah untuk mendapatkan hatiku.

Dia mencoba sampai tiga kali walau alasan aku menolaknya selalu sama, yakni perbedaan agama di antara kami.

Jujur aku sangat takut bila hubungan ini hanya sebatas menghabiskan waktu bersama tanpa ada tujuan ke jenjang lebih serius.

Namun, apalah daya bila hati ini telah memilih. Rupanya aku tidak bisa menahan rasa untuk memiliki pria yang telah lama kusukai itu.

Berbedaan agama ini adalah hal yang selalu menjadi omongan dan seakan tidak pernah berdamai.

Aku seorang Kristiani, sedangkan Reza muslim. Rasanya cukup sulit untuk menarik satu sama lain.

Apalagi ayahku seorang pendeta dan ibu Reza guru mengaji yang sangat taat agama.

Tembok yang memisahkan kami sangat tinggi dan tebal. Seiring berjalannya waktu, Reza memperkenalkan diriku kepada keluarganya.

Awalnya biasa saja, sampai akhirnya beberapa kalimat pedas terlontar. Aku merasa tidak nyaman berada di rumah tersebut.

“Sorry, ya. Mungkin ibuku ngomong terlalu keras sampai kamu kayaknya badmood terus diamin aku kayak gini,” ucap Reza merasa bersalah

“Nggak apa apa kok, Za. Aku tahu bakalan terjadi kayak gini,”

“Tapi aku beda kok sama ibuku. Aku nggak akan pernah narik kamu untuk masuk agamaku,”

“Kenapa? Bukannya kalau misalnya aku masuk Islam, pasti Ibu kamu senang?” ucapku

“Iya aku tahu. Tapi gimana dengan keluarga kamu dan aku?” tanya Reza

“Kok kamu juga? Kamu nggak senang aku masuk Islam?”

“Chi, aku nggak mau keinginanku bikin kamu nggak nyaman. Aku mau kita sama-sama dan nggak saling tarik-menarik karena ego sendiri,” Reza menggenggam tanganku untuk meyakinkan.

“Tapi, Za...”

“Chika, selama ini aku senang bisa antar jemput kamu ke gereja. Aku juga sangat menghargai perhatianmu yang selalu ingetin salat lima waktu,” Reza masih berusaha meyakinkanku.

Aku terdiam. Tak sepatah kata pun keluar dari bibirku. Kubiarkan Reza menumpahkan semua isi hatinya.

“Belum tentu kalau aku pacaran sama yang lain, akan seperti kamu perhatiannya,”

Reza tidak pernah berhenti meyakinkanku. Dia seperti memiliki cadangan keyakinan terhadapku.

Kami sempat menjalani long distance relationship (LDR). Kukuatkan keyakinan ini. Kupertahankan rasa ini sekuat tenaga.

Namun, rasa takutku lebih kuat. Aku memutuskan untuk mengakhiri hubungan dengan Reza.

Aku takut bila makin lama mempertahankan hubungan ini, kelanjutan kisah kami kian tidak jelas.

Daripada kami harus terjebak dengan situasi ini, aku hanya berharap tidak kehilangan Reza.

Aku lebih memilih mengembalikan hubungan kami hanya sebatas teman.

BACA JUGA: Promo Indomaret Hari Ini, Murahnya Nggak Kira-Kira

Aku hanya berharap dia dapat menemukan wanita yang akan mencintainya sebagaimana dia mencintai aku. Terima kasih, Reza. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Ragil Ugeng Reporter: Asahi Asry Larasati

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2025 by GenPI.co