Devan, Semua Sudah Terlambat! Aku Akan Menikah dengan Pria Lain

28 Mei 2020 16:30

GenPI.co - Tak terasa, keretaku sudah hampir sampai di Jakarta. Devan juga sudah memberi kabar bahwa dirinya sudah menunggu di stasiun.

Ini adalah kali kedua aku menginjakkan kakiku di ibu kota. Tujuanku ke sini sebenarnya untuk berlibur dan mengunjungi keluarga. Namun, ada tujuan lain yang juga sangat menyenangkan, yaitu bertemu dengan Devan.

BACA JUGA: Ramalannya Benar, Ternyata Pacarku Suka Main Tangan

Devan adalah sahabat baikku sejak kelas 1 SMA. Selama 3 tahun sekolah di SMA, kami juga selalu berada dalam satu kelas yang sama.

Devan adalah siswa yang sangat pintar dan digemari banyak perempuan di sekolah. Tak hanya pintar, ia juga mempunyai paras yang sangat tampan, bahkan aku juga kagum dibuatnya.

Seminggu yang lalu aku meminta Devan untuk menjemputku di Stasiun Pasar Senen. Tanpa banyak bertanya, ia langsung mengamini permintaanku tersebut.

Keretaku berhenti tepat pukul 8 pagi. Saat aku keluar dari kereta, aku langsung berusaha untuk mencarnya. Namun tiba-tiba saja ia menghilang dan tidak bisa dihubungi.

Kesal dan marah aku dibuatnya. Hampir 15 menit aku mencari tapi tetap saja tak bisa aku temui sosok Devan. Akhirnya aku memilih untuk menunggu di ruang tunggu stasiun.

Aku terus mencoba untuk menghubungi Devan, tapi tiba-tiba saja, ada seorang pria yang berdiri di hadapanku dengan membawa seikat bunga matahari di tangannya.

Ya, dia adalah Devan. Laki-laki yang sudah membuatku kesal karena meninggalkanku sendirian di sini. "Maaf, tadi beli bunga dulu buat kamu," kata Devan sembari memberikan bunga tersebut padaku.

Aku yang sebelumnya dibuat marah dan kesal, tiba-tiba saja merasa senang dan bahagia karena bunga pemberian Devan tersebut. Ya, aku memang tak bisa lama-lama marah pada Devan, ia selalu bisa membuatku tersenyum.

Setelah beberapa saat berada di ruang tunggu stasiun, kami pun langsung pergi menuju rumah saudaraku. Di sepanjang perjalanan, kami terlibat dalam obrolan yang sangat seru dan menyenangkan.

Tak terasa, kami sudah sampai di rumah saudaraku. Jarak stasiun ke rumah saudaraku memang tak terlalu jauh, jadi terasa sangat cepat.

Saat sampai di rumah saudaraku, Devan langsung bergegas kembali ke kampus karena ia masih ada mata kuliah. Namun, ia sudah berjanji, besok Devan akan mengajakku melihat kebun teh di Puncak, Bogor.

Hal yang selalu aku tunggu-tunggu, pergi berdua bersama Roni menikmati sejuknya kebun teh. Meski Devan adalah sahabatku, sebenarnya aku merasakan perasaan yang berbeda kepadanya. Perasaan yang seharusnya tidak aku miliki.

Namun aku bisa apa, semua rasa ini muncul begitu saja, tumbuh subur tanpa disirami. Devan mampu membuatku jatuh cinta begitu mudahnya.

Sebenarnya aku sudah merasakan perasaan ini sejak SMA, namun aku tak berani mengatakannya. Aku tak mau merusak persahabatanku dengannya hanya karena cinta, akhirnya aku hanya bisa memendamnya sendiri.

Hari menuju Puncak akhirnya tiba, Devan sudah bersiap dengan motor kesayangannya. Kami berangkat menuju puncak pukul 8 pagi dan sampai di sana sekitar pukul 10 pagi.

Devan langsung membawaku menuju kebun teh yang sangat cantik dan sejuk. Udara yang sangat segar, membuatku merasa sangat tenang, apalagi ada dia di sampingku.

Setelah mengambil beberapa foto dan video di kebun teh, Devan mengajakku untuk singgah di villa temannya. Karena cuaca yang tidak mendukung, aku pun mengiyakan ajakannya.

Sesampainya di villa, kami langsung masuk dan menemui teman Devan. Setelah berbincang-bincang cukup lama, temannya tersebut pergi meninggalkan kami berdua.

Kami hanya berdua di dalam villa, dan tiba-tiba saja, Devan mengatakan hal yang sangat mengejutkan. Ia mengatakan bahwa ia mencintaiku, dan ia juga ingin menjalani hubungan yang serius denganku.

Aku senang mendengar pengakuannya, tapi aku juga sedih. Meski aku juga merasakan hal yang sama dengannya, namun saat ini, perasaan itu sudah terlambat.

Devan terlambat mengatakan perasaannya, karena bulan lalu, aku sudah dilamar kekasihku. Aku dan kekasihku juga sudah menentukan hari pernikahan kami. Ia memang tak pernah tahu kabar pertunanganku, karena memang aku tak pernah memberi tahunya.

Devan juga tak pernah tahu bahwa aku sudah mempunyai kekasih. Aku pikir, Devan hanya menganggapku sebagai adik dan saudara, jadi aku tak berharap lebih karena tak ingin sakit hati.

Aku sudah menjelaskan semuanya padanya dan dari sorot matanya, ia terlihat sangat kecewa. Tanpa banyak kata, ia langsung mengajakku untuk kembali ke Jakarta.

Sepanjang perjalanan dari Puncak ke Jakarta, aku dan Devan hanya diam. Mulutnya seperti terkunci rapat dan kuncinya dibuang entah di mana.

Sepanjang perjalanan juga aku menangis, Devan tak sedikit pun melihat tangisanku. Ia hanya fokus dengan diamnya.

Aku tahu, ia pasti merasakan kecewa dan sakit yang luar biasa. Tapi semua ini sudah terjadi, dan mustahil jika aku harus membatalkan pernikahanku dengan kekasihku.

Setelah dari puncak, hingga saat ini Devan tak pernah memberi kabar kepadaku. Bahkan, semua nomor dan sosial mediaku diblokir. Aku tak bisa menghubunginya.

BACA JUGA: Ternyata Aku Hanya Menjaga Jodoh Orang Lain

Andai saja Devan peka dengan perasaanku sejak SMA, mungkin semua kesedihan dan perpisahan ini tak akan terjadi. Maafkan aku Devan. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Irwina Istiqomah Reporter: Andi Ristanto

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co