4 Tahun Kupendam Rindu Sambil Menunggu, Ternyata Dion...    

02 Juli 2020 16:25

GenPI.co - Aku sudah tidak sabar menunggu kepulangan Dion dari Jepang Minggu depan. Rindu yang terus menumpuk selama empat tahun ini, akan terbayar dalam temu yang membahagiakan. 

Dion bekerja di sebuah perusahaan properti yang cukup terkenal di Jepang. Selama empat tahun ini, ia tidak pernah kembali ke Indonesia, wajar bila aku merasa sangat bahagia saat mendengar kabar kepulangannya. 

Selama empat tahun menjalin hubungan jarak jauh, sesuatu yang tak pernah menjadi masalah untuk kami. 

“Jarak tidak pernah ada, selama kita berdua selalu merasa dekat,” ujar Dion beberapa tahun yang lalu. 
 
BACA JUGA: L’etranger: Sepotong Kisah Orang Asing

Kalimat itu selalu bisa meyakinkanku untuk terus merasa baik-baik saja meski berada ribuan kilometer darinya. Namun bagaimanapun, tetap saja rindu mencambuk dengan kejamnya.

Dulu sebelum berangkat menuju Jepang, Dion memberiku sebuah cincin emas yang sangat cantik. Ia mengatakan bahwa cincin itu menjadi bukti bahwa ia akan kembali dan akan menikah denganku. 

Aku sangat senang saat ia mengatakan hal itu. Cincin yang terus melingkar di jariku sejak saat itu seolah memberi kekuatan di tengah pilunya menunggu.  

Dion selalu bisa membuatku merasa dekat dengannya. Meski kini kami berbeda negara, katanya hati kami tetap sama. 

Sambungan telepon atau video call, menuntaskan rindu setelah dengan ajaibnya memangkas ribuan kilo yang terbentang di antara kami. 

Saat bertemu secara virtual, Dion selalu menyanyikan lagu-lagu cinta.  Sedang aku selalu mendengarkannya dengan perasaan membuncah.

Sesekali, ia mengajarkanku bahasa Jepang, dan juga menceritakan semua hal yang terjadi di dalam kehidupannya di sana. 

Ya, mendengarkan Dion bercerita memang selalu menyenangkan, aku dibuatnya seperti anak kecil yang sedang mendengar dongeng si kancil, nyaman, dan bahagia. 

Dion tak pernah lupa memberiku kabar. Meski tak sepanjang waktu, paling tidak sekali sehari ia menyapaku. 

Namun, empat bulan yang lalu, Dion sempat menghilang. Selama seminggu, ia tak pernah memberiku kabar sedikit pun. Ia juga tidak bisa kuhubungi sama sekali.

Aku hanya bisa menunggu, tentunya dengan perasaan khawatir dan cemas. Aku berharap, tak ada hal buruk yang terjadi kepada orang yang paling aku cinta. 

Lalu  setelah seminggu, akhirnya ia kembali mengabariku. Ia mengatakan bahwa ada pekerjaan yang harus diselesaikan di sebuah pulau terpencil.

Ia mengatakan  sudah berusaha untuk mencari sinyal ponsel agar bisa menghubungiku. Namun upayanya itu gagal karena begitu terpencilnya tempat itu.

Sebelum ia menjelaskan semuanya, aku sempat marah kepadanya. Namun, bukan marah karena membencinya, tetapi marah karena sangat merindukannya. 

Lagi-lagi, ia mampu membuatku tenang hanya dengan mendengarkan suaranya. Aku hanya bisa menangis, karena rindu yang sudah sangat terlalu. 

BACA JUGA: Cinta Donny Dibawanya Hingga Mati

Setelah kejadian itu, Dion berjanji tak akan menghilang lagi. Dion berjanji tak akan menambah rindu yang aku simpan makin berat. 

Tak terasa, hari ini adalah hari kedatangan Dion ke Indonesia. Beragam rasa memenuhi dadaku, seolah berpacu dengan  jantungku yang berdetak sangat cepat. Sementara di benakku, wajahnya yang tersenyum simpul tak pernah mau pergi. 

Dion memintaku untuk datang ke taman kota, tempat favorit kami memecah celengan rindu kala SMA. Aku pun memenuhi permintaannya. Dengan segenggam rindu di tangan, kulangkahkan kakiku menuju tempat penuh kenangan itu. 

Setelah sampai, terlihat dari jauh wajah yang sangat aku kenal, wajah yang selalu bisa membuat aku jatuh cinta berkali-kali. Dion sudah menunggu di bangku di bawah pohon besar yang entah sudah berusia berapa puluh tahun. 

Saat sampai di depannya, aku tak sadar dan langsung memeluknya. Ah, rindu sudah membuatku gila. 

Aku sangat merindukan Dion, sangat, sangat dalam. Cukup lama aku memeluknya, hingga akhirnya kami duduk berdua, bersama, seperti waktu terakhir kami bertemu, di tempat yang sama dan juga perasaan yang sama. 

Dion mengungkapkan banyak hal yang tak sempat diceritakan melalui telepon. Aku juga menceritakan kehidupanku selama ia tak ada di sampingku. 

Penuh tawa dan bahagia, momen ini sangat menyenangkan. Aku ingin bisa terus begini, bersamanya, selamanya. 

Namun, raut wajah Dion perlahan berubah menjadi sangat serius. Aku tak melihat pertanda baik dari raut wajah itu. 

Dion memintaku untuk tidak marah saat mendengar penjelasannya. Seketika itum, dadaku berdebar tak keruan. 

Dion perlahan mengatakan hal yang sangat menyakitkan hatiku. Ia mengaku sudah berada di Indonesia sejak bulan lalu. 

Ia sengaja baru mengabariku, karena sebulan lalu ia sedang sibuk mempersiapkan pernikahannya dengan wanita lain. Ia tak ingin aku mengetahui hal itu, ia tak ingin aku mengacaukan pernikahannya itu. 

BACA JUGA: Rani, Sosok yang Hidup dalam Benakku

Dion mengaku bahwa pernikahan itu bukan keinginannya. Ia mengaku pernikahannya tersebut adalah keinginan kedua orang tuanya. 

Ia tak mau menyakiti hati kedua orang tuanya, dan menerima pernikahan itu. Namun, ada hati lain yang ia sakiti dengan terjadinya pernikahan itu. 

Aku tak tahu apa yang membuat Dion tega melakukan hal itu kepadaku. Perasaan, rindu, kesetiaan yang aku simpan selama ini, dikhianati begitu saja. 

Air mataku tiba-tiba mengalir deras. Aku tak bisa menahannya, aku hanya bisa menangis dan menyalahkan diri sendiri. 

Aku berlari meninggalkan Dion. Namun ia hanya duduk di situ, di bawah pohon itu, tanpa ada keinginan untuk mendapatiku.

Daun, ranting, dan langit, seperti kehilangan warnanya saat ini. Aku berharap semua ini tak nyata, tetapi air mataku begitu sangat terasa. 

Meski menyakitkan, sangat menyakitkan, aku harus bisa menerima semua ini. Aku tak bisa terus berselimut sedih dan lara. 

Aku ingin membuktikan kepadanya, aku juga bisa bahagia, tanpa Dion di kehidupanku!(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co