Lily, Gadis Broken Home Mencari Cinta

23 Juli 2020 14:36

GenPI.co - Memiliki hidup penuh drama adalah caraku untuk tetap mendapat perhatiannya. Sebab, dengan memiliki masalah Revan akan selalu ada untukku. 

Maafkan aku Revan, dengan begini kamu tidak akan ada waktu untuk orang lain selain diriku. Bisakah kamu bertahan selamanya?

BACA JUGA: Dhini Aminarti Takut Keluar Rumah Karena Ada Virus Corona

Namaku Lily, aku adalah seorang gadis broken home, berawal dari keluarga yang berantakan membuat diriku sulit untuk bersosialisasi dengan banyak orang. 

Walau begitu, aku jarang merasa sedih sendirian, karena memiliki teman sejak kecil, ia adalah Revan.

Revan adalah laki-laki berwajah manis dan baik hati. Pertama kali aku bertemu dengannya saat usia kami masih lima tahun. 

Saat aku sedang memberi makan kucing kecil liar, ia menghampiriku dan memberitahu padaku beberapa hal agar tidak menyakiti dan disakiti, dengan cara begitu sederhana.

"Kamu lagi ngapain?," tanya Revan yang berada di belakangku.

"Kasih makan kucing," jawabku, sambil mengelus lembut kepada kucing hitam

"Kamu nggak boleh ngelakuin hal gitu sembarangan," ucap Revan dengan nada tinggi, sambil berusaha menarik bahuku.

"Kenapa? aku kan baik ngasih makan dia," jawabku kesal.

"Itu kucing liar biarin aja dia cari makan sendiri, kalau kamu kasih makan dari kecil dia nanti jadi manja malah nggak bisa cari makanan sendiri," ucap Revan.

BACA JUGA: Hasil Survei, Elektabilitas Ganjar dan Ridwan Kamil Saling Pepet

"Aku jarang kok.." ucapku tak selesai.

"Terus kalau kamu elus-elus dia gitu, nanti yang ada induknya nggak mau ngurusin lagi, karena ada aroma kamu nempel," jelas Revan padaku yang berhenti mengelus kepala kucing tersebut.

"Kamu tau itu dari mana?," tanyaku sambil memperhatikan Revan.

"Mamaku bilang gitu, mama bilang walau kita berusaha melakukan hal baik belum tentu akan berdampak baik bagi mereka," ucap Revan sambil tersenyum.

Sejak saat itu aku dan Revan berteman baik hingga saat ini. Ia bagaikan wadah untuk diriku menumpahkan semua perasaan senang, sedih, haru, hingga kecewa. 

Kini Revan telah tumbuh menjadi seorang pria yang pintar, tulus, dan penuh karisma. Seiring berjalannya waktu, aku tidak dapat lagi memandangnya sebatas teman, aku ingin memilikinya.

Namun, apa Revan merasakan hal yang kurasa? Revan selalu membantu aku dalam berbagai masalah, saat di marahi orang tua, di-bully teman sekolah, terjatuh dari sepeda, hingga menjaga dari pria yang modus untuk mendekati aku. 

Mengapa ia tidak pernah menyatakan perasaanya padaku? atau kita hanya akan sebatas teman selamanya? Kami bertambah dewasa bersama. 

BACA JUGA: Mengatasi Anak Rewel, Orang Tua Jangan Ikut Stres

Akhirnya kami memiliki pilihan masing-masing untuk kuliah. Ini pertama kalinya aku berpisah sekolah dengan Revan. Ia memutuskan untuk kuliah jurusan IT karena memang yang menjadi cita-citanya sejak lama. Sedangkan aku, memilih untuk masih psikologi.

Harapanku masuk psikologi agar dapat menjadi wadah masalah banyak orang, sama seperti aku membutuhkan Revan, tempatku mengadu semuanya. 

Aku sadar selama ini selalu melibatkan Revan dalam hidupku, namun tidak dengan dirinya. Aku merasa jahat selama ini menjadi orang paling dekat tapi tidak mengerti apa yang ia inginkan.

Semenjak masuk kuliah intensitas kami berkurang, aku mulai sibuk dengan kehidupan sosial yang baru, begitu juga dengan Revan. 

Ia sibuk, terlampau sibuk. Aku kerap mengeluh tentang hidupku seperti biasa padanya, walau hanya sebatas chat. Hingga akhirnya Revan mengajakku untuk bertemu di sebuah cafe depan kampusku.

"Revan, aku tuh capek banget tau bla bla bla bla bla..." ceritaku tanpa berhenti pada Revan.

"Kayaknya aku salah ya nyaranin kamu masuk psikologi," ucap Revan.

BACA JUGA: Hanindhito, Anak Pramono Anung Calon Tunggal Pilkada Kediri?

"Kenapa? aku terbeban bukan karena kamu nyaranin aku masuk jurusan ini kok," jawabku.

"Pernah denger hal ini nggak? kalau seorang psikolog itu cuma bisa ngatasin masalah orang lain dan selalu terjebak dengan masalah sendiri," ucap Revan, sambil menatap mataku tajam.

"Kamu udah capek jadi tempat curhat aku ya van?," tanyaku dengan nada sangat rendah dan menundukan kepala.

"Ly, cukup aku udah nggak bisa kayak gini lagi," kata Revan, tanpa menjawab pertanyaanku.

"Ok aku akan berhenti untuk cerita," ucapku yang semakin menyalahkan diri sendiri.

"Nggak gitu, aku ingin kita berhenti menjadi teman, mau nggak kamu jadi pacarku? biar aku nggak sebatas mendengar tapi juga jadi bagian utuh dalam hidup kamu,"  jelas Revan.

"Apa?," tanyaku terkejut sambil menatap matanya.

BACA JUGA: Kabar Duka, Ayah Fahri Hamzah Meninggal Dunia

"Beberapa waktu lalu kita nggak ketemu, aku ngerasa hampa, sampai aku sadar selama ini kamu bukan sebuah gangguan untuk aku, tapi sesuatu yang mengisi hidup," kata Revan.

"Maafin aku yang udah jatuh cinta terlebih dahulu, makasih udah mengabulkan harapanku Van," jawabku tersenyum padanya. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Cahaya Reporter: Asahi Asry Larasati

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co