Dewa, Kamu Menghilang Saat Aku Mulai Jatuh Cinta

22 Oktober 2020 10:10

GenPI.co - Hampir setahun aku mengenalmu, Dewa Mahendra, di sebuah pesta pernikahan sahabatku. Aku mengakui bahwa mengenalmu adalah hal terindah dalam hidupku. Kamu datang tepat di saat hatiku tengah kosong dan saat aku mulai membuka hati kembali.

Banyak kesamaan antara kita, mulai dari hobi, hingga menu favorit. Kamu suka kopi, aku pun sama, kamu suka traveling, begitu juga aku. Sayangnya, kamu lebih memilih gunung dari pada pantai. 

BACA JUGA: Ooh, Ugeng! Sungguh Aku Menjadi Budak Cintamu

Aku masih ingat ketika kamu menyatakan perasaan saat kamu mengajakku mendaki untuk pertama kalinya. Kamu mengatakan ada pemandangan indah di atas sana. Tempat paling romantis ketika matahari terbenam.

Aku tersipu malu dengan sikapmu di tengah udara dingin saat itu. Kamu menggenggam tanganku yang mulai pucat dan keriput. Lalu, kamu memasukkannya ke dalam saku jaket tebal berwarna biru yang kamu kenakan.

Kamu memanggil namaku dan mengatakan kalimat romantis itu. Sangat romantis, menurutku. 

BACA JUGA: Ooh, Asep! Sungguh Kamu Sangat Liar

“Melly, aku ingin meninkmati senja seperti ini berkali-kali bersamamu,” ucapmu.

Aku hanya diam, tak bisa berkata dan hanya melemparkan senyuman. Jantungku berdegup kencang saat itu dan memegang erat jemarimu.

“Mel, kamu mau kan? Menemaniku, kemana aku pergi?” tanyamu kembali. 

“Tanpa kamu minta, aku mau, kok,” jawabku.

Lantas kamu memelukku dengan erat. 

Kuakui, hari-hariku berubah ceria ketika bersama kamu. Entah kenapa, aku bisa sangat cepat membuka hati buat orang sepertimu, Dewa. 

Bahkan, aku rela menurunkan level keras kepalaku jika sedang berdebat denganmu. Aku rela mengalah ketika kamu tidak sependapat denganku.

Setiap minggu kita selalu mencari tempat ngopi untuk melepas penat pekerjaan yang kita hadapi.

Terkadang, kamu juga menculikku untuk menikmati sunset di atas bukit dan mendirikan tenda di sana. Menyantap mi instan dan menyeduh kopi di gunung. Itu sangat menyenangkan. 

Bahkan, demi kamu, aku rela pura-pura sakit hanya untuk mendapatkan izin libur dari kantor.

Tidak hanya itu, kamu juga pernah dapat teguran dari kantor ketika menghilang beberapa hari demi menyusulku dinas ke Bali.

Saat itu, pertama kalinya kita menikmati sunset di pantai. Bahkan, kamu sempat mencicipi air laut, padahal kamu tidak bisa berenang.

Akan tetapi seminggu setelah itu, kamu tidak ada kabar lagi. Kamu mendadak tidak bisa dihubungi dan aku pun tidak pernah melihatmu nongkrong di depan kantor saat jam istirahat. Padahal warung Mang Maman tidak pernah absen kamu kunjungi.

Saat aku datang ke rumah, tetangga bilang kamu sudah pindah bersama keluargamu. Namun, tak ada seorang pun yang tahu keberadaanmu sekarang. Jujur, hatiku terasa hampa tanpa dirimu.

Hari ini, aku datang di kafe kopi langganan kita dan duduk di meja yang biasa kita tempati. Aneh rasanya, duduk sendiri tanpa kamu dan kopi hitam yang biasa kamu sesap saat ngobrol denganku.

Bahkan, cappuchino yang aku pesan rasanya terasa tidak manis lagi. Dewa, harus kemana aku mencarimu? Aku tak sanggup untuk menunggu tanpa kabar seperti ini. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Landy Primasiwi Reporter: Mia Kamila

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co