GenPI.co - Siapa sih yang tidak ingin memiliki keluarga harmonis sepanjang waktu? Sayangnya, menurut penulis Robert Stevenson, pernikahan dapat mengalami masa krisis suatu waktu.
Dia juga mengatakan bahwa cepat atau lambat, setiap pasangan pasti mengalami krisis.
BACA JUGA: Bisa Berujung Perceraian, Ini 4 Kesalahan Membangun Rumah Tangga
Kendati begitu, menurut seorang terapis perkawinan dan keluarga Rita DeMaria, ada cara-cara untuk menghadapi krisis tersebut.
Dengan begitu, pasangan suami-istri akan mencapai peningkatan baru dalam hubungan.
Melansir laman Bright Side, menurut Rita, pasangan suami-istri tidak perlu takut pada krisis pernikahan.
Sebab, krisis tersebut menjadi pertanda, hubungan sedang berkembang seperti bumbu-bumbu cinta.
Pada tahun pertama pernikahan, Rita menyebutkan bahwa ada sebuah krisis dalam tahap realisasi.
Selama 6-12 bulan hidup bersama, rasa menyenangkan dari jatuh cinta itu sendiri akan membias.
Sebab, dalam hubungan yang dijalin, akan ada berbagai permasalahan seperti keuangan, waktu luang, dan juga mengurus anak.
Menurut Rita, jika hal tersebut terjadi, maka segeralah menyadari bahwa suami dan isteri merupakan tim dengan satu kesatuan.
Maka dari itu, penting sekali untuk mencapai kesepakatan dalam segala hal yang akan dijalani bersama.
Selanjutnya, menurut penelitian, dalam kurun waktu 3,5 tahun, pasangan mulai menganggap satu sama lain sebagai hal yang biasa.
Walaupun hal tersebut bisa dibilang sebagai ‘zona nyaman’, akan tetapi hal tersebut sangat berpengaruh jika pasangan melupakan hal-hal kecil yang membahagiakan.
Misal, hilangnya kata-kata ‘aku mencintaimu’ karena sudah terbiasa tidak mengucapkannya.
Terkadang kata-kata tersebut justru dianggap memalukan dan berlebihan. Dalam kondisi ini, Anda sebaiknya menjaga tingkat emosional tertentu dalam hidup.
Anda juga bisa saling memuji satu sama lain lebih atau memberikan bahasa cinta lebih sering lagi.
Berdasarkan penelitian, usia pernikahan 10-15 tahun merupakan masa yang sulit. Wanita mengalami banyak sekali tanggung jawab selama periode waktu ini.
Di tengah-tengah kesibukan, mereka harus merawat anak-anak yang sudah beranjak remaja.
Oleh sebab itu, wanita kerap kali menjadi stres dan memiliki tingkat emosional yang tinggi. Kekurangan waktu dan menurunnya kualitas berhubungan juga menjadi salah satu efeknya.
Menurut Ahli terapi keluarga Dana Fillmore dan Amy Barnhart, jika Anda mengalami hal tersebut, sebaiknya anda lebih sering berbincang dan tertawa bersama.
Sebab, rasa bahagia itu akan terus mengalir dan mempererat hubungan pernikahan Anda.
Yang terakhir, pada usia pernikahan 20-30 pernikahan sangat rentan dan mulai membosankan.
Krisis pernikahan ini disebabkan anak-anak yang mulai dewasa dan meninggalkan keluarga.
Selain itu, tidak adanya tujuan lebih lanjut akan memberikan efek yang luar biasa membosankan. Sebab, tarket untuk membesarkan anak dan membuatnya hidup mendiri telah terlewati.
Yang harus Anda lakukan, jangan menjauh satu sama lain. Carilah makna lain dari keberadaan Anda sebagai pasangan.
Menurut seorang pelatih hubungan Steve Seabold, jika hal ini terjadi kepada Anda, sebaiknya carilah makna lain dari pernikahan itu sendiri dan mendekatkan diri sebagai pasangan.
BACA JUGA: Usai Bercerai dengan Gisel, Gading Marten Mengalami Trauma
Tidak hanya mempersiapkan berakhirnya kehidupan di dunia saja, akan tetapi Anda bisa menciptakan kebiasaan lain yang bisa mengisi waktu luang berdua. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News