Kisah Semangat Slamet Tohari Merintis Kampus bagi Penyandang Disa

08 April 2019 09:12

GenPI.co— Untuk menjadi negara yang ramah bagi penyandang disabilitas, Indonesia perlu mengembangkan pendidikan inklusi di berbagai bidang. 

Untuk mewujudkan pendidikan bagi penyandang disabilitas, tentunya diperlukan tokoh-tokoh perintis. Salah satunya adalah Slamet Tohari.

Penyandang tunadaksa dengan satu kaki itu, berjuang dalam merintis pendidikan inklusi di lingkungan universitas.

Baca juga: Faisal Rusdi Aktif Mengadvokasi Sesama Disabilitas 

Slamet Tohari menempuh pendidikan sarjana di jurusan Sosiologi, Universitas Gajah Mada. 

Dia dan studi S2 di University of Hawaii, Amerika Serikat. 

Saat ini, Slamet merupakan dosen Sosiologi di Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur. 

Sebagai penyandang disabilitas, Slamet Tohari cukup aktif dalam memperjuangkan hak-hak kaum difabel, khususnya dalam bidang pendidikan. 

Pria yang akrab disapa Amek tersebut juga merupakan penggagas dari Pusat Studi dan Layanan Disabilitas Universitas Brawijaya (PSLD UB), yang didirikan pada pada 2012.

“Penyandang difabel di Indonesia butuh lembaga dan sarana pendukung, salah satunya dalam bidang pendidikan. Maka dari itu perlu ada lembaga seperti PSLD di setiap kampus, untuk mendukung para mahasiswa yang difabel,” kata Slamet kepada Tim Genpi.co (1/4).

Sejak PSLD didirikan, Universitas Brawijaya menjadi universitas inklusi untuk penyandang disabilitas. 

Salah satu programnya adalah jalur seleksi khusus, dan beasiswa bagi penyandang disabilitas dengan berbagai kekurangan fisik. 

Dengan jalur tersebut, setiap tahunnya Universitas Brawijaya menerima sekitar 20 hingga 25 mahasiswa difabel.

“Hingga saat ini faktanya masih sulit mengakses pendidikan, karena mereka sulit berkompetisi dengan siswa normal. Maka dari itu saya menggagas untuk membuat jatah kursi khusus untuk para difabel,” ungkap Slamet.

Terkait prasarana untuk para mahasiswa disabilitas, Slamet mengatakan bahwa hingga saat ini Universitas Brawijaya telah memiliki sejumlah fasilitas seperti lift, kursi roda, toilet khusus dan sejumlah alat bantu belajar untuk para mahasiswa difabel.

Slamet berpendapat bahwa pendidikan inklusi di Indonesia sudah menuju arah yang lebih baik. 

“Namun belum ditopang kebijakan yang komprehensif. Contohnya transportasi. Kalau mahasiwa difabel tidak disediakan transportasi pendukung untuk sekolah, kan ya percuma,” katanya.

Terkait hal tersebut, Slamet berharap pemerintah Indonesia lebih total lagi dalam mengimplementasikan kebijakan terkait pendidikan untuk para mahasiswa disabilitas. 

Menurutnya, kebijakan pendidikan inklusi sudah cukup baik, namun masih belum diselenggarakan secara maksimal.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co