Cek Ana yang Resah, Sebab Adab Bersantap Tak Lagi Dijunjung

10 April 2019 11:18

“Dulu tamu yang mau makan tangannya dicucikan. ” Begitu ucap Nyimas Nurjannah kepada GenPI.co selasa (8/4). Ucapannya itu lantaran ia mengenang masa lalu. Waktu di mana adab bersantap dijunjung di atas kepala. Sekarang, tidak lagi.

Nyimas Nurjannah adalah salah seorang juru masak makanan khas Palembang yang masih tersisa saat ini. Dia telah memasak selama 32 tahun untuk berbagai acara adat Palembang. Mulai dari acara akikah, pernikahan, sampai acara sedekah rumah. Oleh pemilik  hajat, wanita tua yang  dipanggil cek Ana diminta memasakkan kuliner khas Palembang yang akan dihidangkan kepada para tamu. Biasanya pempek, nasi minyak, dan kue maksuba.

Selama tiga empat windu itu, cek Ana telah melihat berbagai pergeseran dalam cara makanan Palembang. Baik ketika disiapkan maupun saat disajikan. Juga perubahan pada cara melayani para tamu dari pihak tuan rumah acara.

Cek Ana yang kini berusia 57 tahun mengatakan bagaimana cara menghidangkan makanan bagi tamu di masa lalu saat hajatan. Bila acara dilaksanakan di luar ruang di bawah tenda, maka Setiap hidangan disajikan di atas meja persegi empat atau meja bundar yang dipersiapkan hanya untuk delapan orang tamu.Adab bersantap orang Palembang di rumah Limas. (Foto:Instagram/@pemaintepijalan)

Sementara untuk acara di dalam rumah adat Limas, hidangan disajikan di atas kain persegi empat yang dihamparkan di atas lantai rumah. Lagi-lagi hanya untuk delapan orang tahun per sajian orang tamu.

Pada acara di luar ruang, para tamu yang datang langsung diberi tempat duduk di masing-masing meja. Setelah tiba waktu perjamuan, nasi dan lauk pauk diantarkan oleh tuan rumah langsung dari dapur atau tempat masak menuju ke setiap meja makan.

Lalu seorang wakil tuan rumah membawa teko berisi air dan baskom kecil. Ia berkeliling dari meja ke meja menawarkan para tamu untuk mencuci tangan mereka sebelum makan.

Bila jumlah tamu lebih banyak daripada jumlah meja yang tersedia maka para orang tua dan tokoh masyarakat diberi kesempatan pertama untuk makan. Setelah selesai makan, mereka akan digantikan oleh para tamu lainnya.

Acara perjamuan makan ini biasanya akan berlangsung dua sampai empat sesi. Pada setiap giliran makan di masing-masing hidangan yang dipersiapkan untuk 8 orang. Mereka menyantap bagian mereka dalam waktu yang sesuai, tidak terlalu lama, karena mereka tahu masih ada tamu lain yang menunggu giliran.

Adab bersantap. (Foto: Islami.co)

Sementara untuk acara di dalam rumah adat Limas yang lantainya berundak-undak, para bangsawan dan tokoh agama diminta makan di undak paling atas. Makanan akan disajikan oleh tuan rumah langsung dari dapur. Lalu  salah satu wakil tuan rumah berkeliling antar hidangan membawa teko dan baskom kecil untuk cuci tangan.

Sama seperti pada acara perjamuan di luar ruang, perjamuan di dalam ruang juga terjadi dalam beberapa giliran. Kesempatan terakhir disediakan kepada para anak muda yang membantu tuan rumah dalam sesi jamuan. 

Cek Ana sudah jarang melihat acara perjamuan seperti itu di Palembang masa sekarang. Para tamu undangan dijamu makan dengan cara berdiri mengantri. Kearifan lokal di mana tuan rumah meninggikan tamu dianggapnya telah kikis diterjang jaman. Demikian pula dengan kebiasaan para tamu yang menghargai tamu lainnya, ikut pupus tersapu waktu 

“Sekarang maunya yang instan,” ujar cek Ana lirih kepada GenPI.co.

Bagaimanakah masa depan kearifan lokal ini seperti ini? Masih ada orang yang akan melestarikannya? Mungkin bisa dimulai dari kamu. Ya, kamu, traveler andalan GenPI.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co