Krisis Mengerikan di Haiti, Presiden Bahkan Ditembak Mati

08 Juli 2021 06:25

GenPI.co - Presiden Haiti Jovenel Moise terbunuh dalam sebuah serangan di kediamannya pada hari Rabu (7/7) waktu setempat. 

Tragedi itu diumumkan oleh Perdana Menteri Sementara Claude Joseph di hari yang sama. Dia menambahkan bahhwa istri Moise juga terluka dalam insiden itu.

"Presiden dibunuh di rumahnya oleh orang asing yang berbicara bahasa Inggris dan Spanyol," kata Joseph.

BACA JUGA:  Listrik Padam, Iran Tak Bisa Hitung Mundur Kehancuran Israel

Claude Joseph mengatakan dia sekarang bertanggung jawab atas negara dan mendesak masyarakat untuk tetap tenang sambil bersikeras polisi dan tentara akan memastikan keselamatan penduduk.

Moise telah memerintah Haiti, negara termiskin di Amerika, melalui dekrit. Hal itu terjadi  setelah pemilihan legislatif yang dijadwalkan pada 2018 ditunda karena perselisihan, termasuk ketika masa jabatannya sendiri berakhir.

BACA JUGA:  Rencana Iran Bikin AS dan Eropa Murka, Kutukan pun Terlontar!

Selain krisis politik, penculikan untuk tebusan telah melonjak dalam beberapa bulan terakhir, yang lebih jauh mencerminkan pengaruh yang berkembang dari geng-geng bersenjata di negara Karibia.

Haiti juga menghadapi kemiskinan kronis dan bencana alam yang berulang.

BACA JUGA:  Milisi Pro Iran Rencanakan Serangan Dahsyat, AS Harap Waspada

Presiden menghadapi oposisi tajam dari petak-petak penduduk yang menganggap mandatnya tidak sah.

Selama 4 tahun pemerintahannya, jabatan perdana menteri sudah berganti sebanyak tujuh kali. 

Baru-baru ini, Joseph seharusnya diganti minggu ini, menggantikan Arie Henry yang baru menjabat tiga bulan

Selain pemilihan presiden, legislatif, dan lokal, Haiti akan mengadakan referendum konstitusional pada September setelah dua kali ditunda karena pandemi Covid-19.

Didukung oleh Moise, teks reformasi konstitusi, yang ditujukan untuk memperkuat cabang eksekutif. Namun upaya itu telah banyak ditolak oleh oposisi dan banyak organisasi masyarakat sipil.

Konstitusi yang saat ini berlaku ditulis pada tahun 1987 setelah jatuhnya kediktatoran Duvalier.

Di dalamnya menyatakan bahwa setiap konsultasi rakyat yang bertujuan untuk mengubah Konstitusi melalui referendum secara resmi dilarang.

Para kritikus juga mengklaim bahwa tidak mungkin menyelenggarakan pemungutan suara, mengingat ketidakamanan umum di negara itu.

Dewan Keamanan PBB, Amerika Serikat, dan Eropa telah menyerukan pemilihan legislatif dan presiden yang bebas dan transparan pada akhir tahun 2021.(*)

 

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Paskalis Yuri Alfred

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2025 by GenPI.co