GenPI.co - Israel dan Hamas pada Selasa mengecilkan kemungkinan adanya terobosan dalam pembicaraan gencatan senjata di Gaza, setelah Presiden AS Joe Biden mengatakan Israel setuju untuk menghentikan serangannya selama bulan suci Ramadan jika tercapai kesepakatan.
Dilansir AP News, pernyataan presiden tersebut disampaikan menjelang pemilihan pendahuluan di Michigan, di mana ia menghadapi tekanan dari populasi Arab-Amerika yang besar di negara bagian tersebut atas dukungannya yang kuat terhadap serangan Israel.
Biden mengatakan dia telah diberi pengarahan tentang status perundingan oleh penasihat keamanan nasionalnya, Jake Sullivan, namun mengatakan bahwa komentarnya mencerminkan optimismenya terhadap kesepakatan, bukan berarti semua rintangan yang ada telah diatasi.
Setelah serangan Hamas pada 7 Oktober di Israel selatan, kampanye udara, laut, dan darat Israel di Gaza telah menewaskan puluhan ribu orang, menghancurkan sebagian besar lanskap perkotaan, dan membuat 80% penduduk wilayah kantong yang terpukul itu mengungsi.
Penutupan Israel di wilayah tersebut, yang hanya mengizinkan masuknya sedikit makanan dan bantuan lainnya, telah memicu kekhawatiran bahwa kelaparan akan segera terjadi, menurut PBB.
Ketika pengiriman bantuan truk PBB terhambat karena kurangnya koridor yang aman, Mesir, Yordania, Uni Emirat Arab, Qatar dan Perancis melakukan penerjunan makanan, pasokan medis dan bantuan lainnya ke Gaza pada hari Selasa.
Di sebuah pantai di Gaza selatan, kotak-kotak perbekalan yang dijatuhkan dari pesawat militer melayang dengan parasut ketika ribuan warga Palestina berlari di sepanjang pasir untuk mengambilnya.
Namun kekhawatiran semakin meningkat atas memburuknya kelaparan di antara 2,3 juta warga Palestina di Gaza.
Dua bayi meninggal karena dehidrasi dan kekurangan gizi di Rumah Sakit Kamal Adwan di Kota Gaza, kata juru bicara Kementerian Kesehatan Gaza, Ashraf al-Qidra.
Dia memperingatkan bahwa angka kematian bayi terancam melonjak.
“Dehidrasi dan malnutrisi akan membunuh ribuan anak-anak dan wanita hamil di Jalur Gaza,” katanya.
Dana Kependudukan PBB mengatakan rumah sakit bersalin Al Helal Al Emirati di kota Rafah paling selatan di Gaza melaporkan bahwa bayi baru lahir meninggal karena ibunya tidak bisa mendapatkan perawatan sebelum dan sesudah melahirkan.
Kelahiran prematur juga meningkat, sehingga memaksa staf untuk memasukkan empat atau lima bayi baru lahir ke dalam satu inkubator.
Kebanyakan dari mereka tidak dapat bertahan hidup, katanya, tanpa memberikan angka jumlah kematian. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News