GenPI.co - Upaya global untuk mengakhiri kemiskinan ekstrem masih jauh dari kata tercapai.
Dilansir Reuters, negara-negara dengan ekonomi rapuh dan terdampak konflik (fragile and conflict-affected situations/FCS) menghadapi tantangan berat.
Negara-negara tersebut mengalami kelangkaan pangan dan lemahnya kapasitas pemerintahan.
Hal itu diungkapkan dalam laporan terbaru Bank Dunia, Minggu (29/6).
Bank Dunia menekankan pentingnya peningkatan dukungan internasional, termasuk keringanan utang dan bantuan teknis.
Kemiskinan ekstrem meningkat tajam di negara-negara yang mengalami konflik dan ketidakstabilan.
Laporan tersebut merupakan kajian komprehensif pertama Bank Dunia tentang kondisi ekonomi negara-negara FCS sejak pandemi covid-19.
Saat ini lebih dari 420 juta orang yang tinggal di negara-negara konflik hidup dengan kurang dari USD 3 per hari.
Jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi 435 juta orang atau hampir 60% dari total penduduk dunia yang sangat miskin pada 2030.
"Negara-negara FCS telah menjadi episentrum kemiskinan dan kerawanan pangan global yang diperburuk konflik serta meningkatnya kekerasan," tulis Bank Dunia dalam laporannya.
Konflik yang makin parah selama beberapa tahun terakhir bisa menghentikan pertumbuhan ekonomi negara-negara FCS.
Produk domestik bruto (PDB) per kapita bisa turun hingga 20% dalam lima tahun.
"Pengentasan kemiskinan sudah stagnan sejak pertengahan 2010-an akibat konflik yang meningkat, ekonomi yang rapuh, dan pertumbuhan yang lemah," tulis laporan tersebut. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News