GenPI.co - Sedikitnya 12 orang, termasuk seorang anak berusia tujuh tahun, dibacok sampai mati dalam dua serangan brutal di desa Boka dan Nechlu, di bagian timur Oromia.
Di antara warga sipil yang terbunuh adalah dua paman Tibebu, Teshome Beyene dan Tadesse Muluneh, yang merupakan petani di daerah tersebut.
BACA JUGA: Israel Tahan Anak-anak Palestina Tak Berdosa, Bikin Miris
“Mereka bahkan tidak mengizinkan kami sembuh. Ada lebih banyak pembunuhan di daerah yang sama minggu ini," kata Tibebu dalam pernyataannya, seperti dilansir dari Aljazeera, Minggu (21/3/2021).
Sementara, menurut media pemerintah Ethiopia, 42 orang tewas dalam dua serangan terpisah pada 6 Maret dan 9 Maret yang menargetkan warga sipil Amhara di zona Horo Guduru Welega Oromia.
Terletak sekitar 200 kilometer (124 mil) di sebelah barat ibukota Ethiopia, Addis Ababa, zona Horo Guduru Welega berada di daerah yang dihuni oleh orang-orang yang berasal dari kelompok etnis Oromo dan Amhara di Ethiopia, yang jika digabungkan, membentuk sekitar dua pertiga dari negara itu.
Selain itu, Sayd Hassen yang juga kehilangan istrinya, Mulu Mekonnen, serta tiga anak dan satu keponakan, empat terakhir berusia antara 10 dan 15 tahun.
Mereka ditembak mati bersama setidaknya 20 orang lainnya ketika desa mereka Dachin Gefersa diserang pada 9 Maret 2021 lalu.
“Keluarga saya mengalami kebiadaban terburuk di zaman di mana bahkan hak-hak hewan dihormati. Kejahatan apa yang dilakukan anak-anak saya? Menjadi Amhara mengorbankan nyawa mereka," terang Sayd.
Sayd menambahkan para pembunuh menggeledah rumah keluarganya dan membawa pakaian, uang, dan ternak. Dia saat ini dia berlindung di kompleks sekolah bersama ratusan lainnya yang juga mengungsi akibat serangan itu.
“Hidup sebagai pengemis di tempat yang aman akan lebih baik daripada tinggal di sini. Pembunuh keluargaku masih di luar sana," ungkap dia.
Sedangkan, para korban menyalahkan pembantaian itu pada pejuang yang tergabung dalam separatis Oromo Liberation Army (OLA).
OLA adalah sayap bersenjata yang memisahkan diri dari Front Pembebasan Oromo (OLF), yang didirikan pada tahun 1970-an untuk memperjuangkan penentuan nasib sendiri etnis Oromos.
Sebelumnya, pada 2018, janji reformasi politik oleh Perdana Menteri Abiy Ahmed yang baru diangkat membuat OLF didekriminalisasi dan diizinkan untuk bergabung dengan politik partai.
Tetapi negosiasi dengan sayap bersenjata akhirnya memburuk, dan OLA terpecah dari organisasi politik dan melanjutkan pertempuran.
BACA JUGA: Duh 81 Migran Hanyut, Anak-anak Tewas Mengenaskan di Laut Andaman
Otoritas Ethiopia menyalahkan mereka atas penculikan, pembunuhan pejabat dan kejahatan lainnya di seluruh Oromia.
Tetapi, OLA menyangkal bahwa mereka berada di balik pembunuhan warga sipil dan malah menyalahkan mantan pejabat yang membelot dari kelompok mereka.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News