Pakar Hukum Bongkar Sampah Demokrasi, Bikin Pemerintah Jokowi...

12 Juli 2021 07:45

GenPI.co - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun merespons keras terkait makna sampah demokrasi yang dilontarkan Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin.

Hal tersebut diungkapkan Refly Harun dalam video yang tayang di kanal YouTube miliknya.

Awalnya, Refly Harun membacakan pemberitaan yang mengambil dari cuitan Ali Ngabalin. Kata sampah demokrasi yang dilontarkan Ali Ngabalin dirasa tidak tepat.

BACA JUGA:  Geprek Serai Campur Madu Khasiatnya Joss, Wanita Bisa Terbelalak

"Sampah-sampah demokrasi meminta Jokowi turun, banyak yang sakit hati, banyak yang tidak ikhlas, mungkin lukanya sangat dalam," jelas Refly Harun dikutip GenPI.co, Minggu (11/7).

Refly Harun pun lalu bertanya siapa yang mengalami luka sangat dalam tersebut.

BACA JUGA:  Geprek Kunyit Campur Sirih Wow Banget, Wanita Bisa Terbelalak

Pengamat Politik ini pun mengungkapkan, ada dua orang yang bisa disebut dengan sampah demokrasi.

Yakni, orang yang tidak bisa terima dikritik dan orang yang membalas kritik dengan bukan argumentasi balik, malah menghina menuduh, mengeluarkan ujaran kebencian hingga ujaran tidak menyenangkan.

BACA JUGA:  Stamina Strong! Geprek Bawang Putih Tunggal Khasiatnya Cespleng

"Sampah demokrasi yang tidak mampu menjawab kritik dengan argumentasi. Argumentasi dibalas argumentasi," ungkap Refly Harun.

Menurut akademisi ini, jika di tahun 2019 mungkin perdebatan mengenai kinerja Pemerintahan Joko Widodo masih relevan.

Namun saat ini, beberapa catatan kemunduran Indonesia yakni mulai dari indeks penegakkan hukum, indek ekonomi negara dan indeks demokrasi.

"Terlalu panjang dan banyak gagal dalam upaya pemberantasan korupsi. Indeks Pemberantasan Korupsi (IPK) yang sebelumnya 40 turun menjadi 37. Padahal pengalamannya untuk naik satu poin juga susah, ini malah turun tiga poin," bebernya.

Lalu di bidang ekonomi, pada tahun 2019-2020, Indonesia masuk negara berpenghasilan menengah versi bank dunia (world bank) sedangkan saat ini masuk dalam negara yang berpengasilan ke bawah.

"Hanya satu level dibandingkan Timor Leste. Dalam bidang ekonomi, Indonesia nyungsep juga," ujar Refly Harun.

Untuk indeks demokrasi juga demikian. Refly menyebut adanya ancaman terhadap indeks demokrasi hingga muncul istilah OTG yakni otoritas tanpa gejala.

"Semua kritik ini objektif," tegasnya.

Misalnya lagi, ada yang menyebutkan situasinya berbeda. Saat ini, Indonesia mengalami pandemi covid-19.

Oleh karena itu, Refly Harun menyatakan, pemerintah harus berani mengevaluasi apakah penanganan covid-19 makin bertambah baik atau buruk.
Karena saat ini makin banyak yang meninggal, mengatre rumah sakit, cadangan oksigen terbatas.

"Negara harusnya memberikan perlindungan, karena kini banyak warga negara berjuang melawan rasa takut," ungkapnya.

Apalagi Pemerintah mengemis pada rakyat, padahal rakyat juga sedang sulit.
"Karena pengumuman urun rembuk disampaikan pada khalayak ramai, berarti kan itu untuk masyarakat banyak. Kecuali disampaikan pada forum konglomerat," jelas Refly Harun.

Tak hanya itu, kebijakan lainnya adalah menyuntik dana pada BUMN dengan laba tidak menguntungkan. Padahal, rakyat masih banyak yang kesusahan.

"Jangan lagi berpikir membangun sektor lain, fokus selamatkan rakyat banyak yang sangat membutuhkan dan bertahan. Jadi indikasi iri hati itu tidak pas disamatkan pada mereka yang mengkritik," pungkasnya.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Tommy Ardyan

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co