Pakar Hukum: Jika Jokowi Tenggelam, PDIP Tidak Ikut-ikutan

10 Agustus 2021 09:45

GenPI.co - Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun ikut buka suara terkait hubungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang dikabarkan merenggang.

Hal tersebut diungkapkan Refly Harun dalam video yang tayang di kanal YouTube miliknya, Minggu (8/8).

Saat ini, hubungan Jokowi dengan PDIP terus menjadi sorotan. Bahkan, kader PDIP sendiri mulai mengkritisi Pemerintahan Jokowi, seperti Puan Maharani, Masinton Pasaribu, dan Effendy Simbolon.

BACA JUGA:  Khasiat Belimbing Wuluh Mencengangkan, Wanita Bisa Terbelalak

"Apakah PDIP membutuhkan Jokowi atau Jokowi membutuhkan PDIP?" kata Refly Harun.

"Ini soal yang sangat pelik untuk menganalisinya karena tingkat kepercayaan Presiden Jokowi tidak seperti pada awal-awal masa pemerintahannya," sambungnya.

BACA JUGA:  Air Rebusan Daun Sirih Khasiatnya Dahsyat Banget, Sangat Cespleng

Akademisi itu mengungkapkan, bahwa pada masa pemerintahannya di periode pertama, PDIP yang membutuhkan Jokowi karena popularitas Jokowi.

"Elektabilitas Jokowi tertinggi sehingga Megawati pun harus menyerah kepada Jokowi," jelas Refly Harun.

BACA JUGA:  Geprek Jahe Campur Daun Pandan Khasiatnya Dahsyat, Siap Goyang

Pada saat itu, kata Refly Harun, sesungguhnya PDIP membutuhkan Jokowi. Jokowi tentu saja membutuhkan PDIP sebagai kendaraan poitik.

"Karena jika tidak didukung partai besar seperti PDIP, mungkin juga sulit bagi Presiden Jokowi untuk memenangkan pertarungan," ungkapnya.

Namun, saat ini Refly Harun menangkap ada kegamangan PDIP utuk tetap bermesraan dengan Presiden Jokowi.

"Faktornya itu dua. Pertama, popularitas dan kepercayaan masyarakat terhadap Presiden Jokowi makin merendah sesuai dengan kutukan periode kedua yang masing-masing kita lihat di Amerika sering terjadi," beber Refly Harun.

Menurut analisis Refly Harun, memasuki periode kedua kepemimpinan Presiden Jokowi mulai ada suara-suara kritis. Sebab, beda periode pertama yang relatif Jokowi mempunyai kepercayaan masyarakat yang tinggi.

"Pada peroiode kedua dia untuk memenangkan pertarungan perlu melakukan rekayasa-rekayasa konstitusional, antara lain mempertahankan presidensial threshold dan juga dalam tanda kutip membeli semua partai politik agar mencalonkan dirinya dan membiarkan hanya satu calon yang bisa memajukan setelah satu partai diborong dengan presidensial threshold," beber Refly Harun.

"Dari sana mereka-mereka yang punya rasionalitas demokrasi pasti tidak menyukai fenomena ini. Jadi, moral standingnya sudah beda jauh dibandingkan dengan periode pertama," sambungnya.

Hal itu dipertahankan juga di 2019 yang menyebabkan elemen-elemen demokrasi seperti demokrasi kriminal.

"Seperti dikatakan Rizal Ramli, demokrasi uang, demokrasi rampok partai politik, demokrasi membeli partai politik, sewa perahu, dan lain sebaginya," ujar Refly Harun.

"Moral standingnya mulai berkurang dan popularitas akhirnya turun turun termasuk tindakan-tindakan refresif anti demokrasi dan lain sebagainya, termasuk kemampuan leaderhsip keluar dari krisis," lanjutnya.

Hal ini pasti dibaca oleh PDIP. Jika PDIP terus menjadi bamper pemerintahan Jokowi, bisa jadi partai banteng moncong putih ini kena dampak buruknya.

"Jadi, PDIP memainkan ini sesungguhnya walaupun Jokowi tenggelam, maka PDIP tidak ikut-ikutan tenggelam. Perahunya masih bisa diselamatkan," jelas Refly Harun.

"Tapi di sisi lain PDIP masih membutuhkan fasilitas kekuasaaan, karena dia tidak bisa lompat pagar ke oposisi. Secara ideologis tidak akan kompak dengan PKS. Ini adalah dilema yang dihadapi PDIP," imbuhnya.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Tommy Ardyan

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co