GenPI.co - Direktur Eksekutif Oversight of Indonesia Democratic Policy Satyo Purwanto memberi tanggapan terkait masuknya Partai Amanat Nasional (PAN) ke dalam koalisi Presiden Joko Widood (Jokowi)
Dirinya lantas menduga adanya penawaran menarik dari pihak istana untuk PAN. Sebab, dirinya merasa bahwa tidak ada urgensi pelebaran koalisi .
“Tentu ada alasan lain mengapa istana mengundang PAN, mungkin saja menawarkan beberapa kursi di kabinet,” ujar Satyo kepda GenPI.co, Sabtu (28/8).
Menurutnya, hal tersebut sangat mungkin jika ada kebutuhan untuk menyukseskan Pemilu 2024.
“Yang tidak kalah penting agenda sebelum 2024 adalah rencana MPR untuk amandemen UUD 1945 khususnya terkait agenda PPHN wacana mengaktifkan kembali GBHN diera milenial,” katanya.
Oleh sebab itu, menurut Satyo, masyarakat patut curiga ada niat pemerintah untuk amendemen konstitusi.
“Saya khawatirkan menjadi bola liar dan akan banyak UU lain yang akan diamendemen pula, maybe yes, maybe no,” tandasnya.
Di sisi lain, Ahli hukum tata negara Refly Harun membeberkan skenario terburuk setelah bergabungnya PAN ke kolam istana.
Menurutnya, akan ada permufakatan yang berpotensi menjadi kejahatan demokrasi di Indonesia.
“Kalau misalnya 7 partai itu bermufakat untuk menyingkirkan Partai Demokrat dan PKS,” ujar Refly Harun.
Refly mengatakan bahwa salah satu caranya adalah dengan tidak mengajak PKS dan Partai Demokrat dalam pemilu.
“Caranya dengan tidak melibatkan mereka dalam koalisi manapun. Bisa membuat 3 calon dengan 7 parpol tersebut,” lanjutnya.
Setelah terbentuk 3 pasang calon tersebut, menurut Refly, akan ada pembagian dan cawe-cawe kekuasan yang terjadi.
“Maka, pesta itu hanya akan ada di oligarki istana yang saat ini sudah berhimpun menjadi kekuatan partai politik. Ini berpotensi menjadi kejahatan demokrasi,” ujar Refly Harun.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News