Selama Ada Partai di Luar Istana, Masuknya PAN Bukan Ancaman

29 Agustus 2021 01:50

GenPI.co - Pengamat politik Usep Suhud menilai masuknya Partai Amanat Nasional (PAN) ke koalisi Istana tidak akan membahayakan demokrasi di Indonesia.

Seperti diketahui, saat ini partai politik di luar istana tersisa PKS dan Partai Demokrat yang diprediksi tak bisa mencalonkan presiden dan wakil presiden sendiri pada Pemilu 2024.

“Bergabungnya PAN ke dalam koalisi istana, tidak perlu dianggap akan membahayakan demokrasi selama masih ada minimal satu partai yang tidak berkoalisi,” ujar Usep Suhud kepada GenPI.co, Sabtu (28/8).

BACA JUGA:  Isu Reshuffle Usai PAN Jadi Koalisi, Fadjroel Rachman Bersuara

Kendati demikian, menurutnya, PAN harus memikirkan peluang mereka untuk bisa menang dalam Pemilu 2024.

“PAN perlu berpikir soal keberlangsungan partai. Oleh karena itu, mereka memilih untuk bergabung dengan koalisi istana dengan segala macam konsekuensi yang mungkin terjadi,” tuturnya.

BACA JUGA:  Jokowi Ajak PAN Bergabung, Pengamat: Untuk Apa?

Tidak hanya itu, dirinya juga mengatakan bahwa PKS dan Partai Demokrat sebagai kubu oposisi tidak akan mengikuti langkah PAN untuk masuk kedalam kolam istana.

“Saya memprediksi, PKS dan Demokrat tidak akan mempermalukan diri untuk ikut-ikutan bergabung,” tandasnya.

BACA JUGA:  PAN Masuk Koalisi, Pengamat Singgung PKS dan Demokrat

Ahli hukum tata negara Refly Harun membeberkan skenario terburuk setelah bergabungnya Partai Amanat Nasional (PAN) ke dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Menurutnya, akan ada permufakatan yang berpotensi menjadi kejahatan demokrasi di Indonesia.

“Kalau misalnya 7 partai itu bermufakat untuk menyingkirkan Partai Demokrat dan PKS,” ujar Refly Harun.

Refly mengatakan bahwa salah satu caranya adalah dengan tidak mengajak PKS dan Partai Demokrat dalam pemilu.

“Caranya dengan tidak melibatkan mereka dalam koalisi manapun. Bisa membuat 3 calon dengan 7 parpol tersebut,” lanjutnya.

Setelah terbentuk 3 pasang calon tersebut, menurut Refly, akan ada pembagian dan cawe-cawe kekuasan yang terjadi.

“Maka, pesta itu hanya akan ada di oligarki istana yang saat ini sudah berhimpun menjadi kekuatan partai politik. Ini berpotensi menjadi kejahatan demokrasi,” lanjutnya.

Oleh sebab itu, dirinya menghimbau seluruh masyarakat sipil dan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk segera menghilangkan presidential treshold.

“MK, kalau memang berumpah bertanggung jawab memberikan keadilan berdasarkan ketuhan yang maha esa seharusnya tidak bisa tida menghapuskan presidential treshold,” ujar Refly.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Cosmas Bayu Reporter: Panji

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co