GenPI.co - Akademisi politik Philipus Ngorang menilai bahwa kemungkinan ketidaknetralan dalam penunjukan penjabat (Pj.) kepala daerah pada 2022-2023.
Menurut Ngorang, hal itu akan terjadi jika penunjukan dilakukan mengikuti Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.
Dalam UU tersebut, penunjukan penjabat dilakukan oleh kepala daerah terdahulu dan disetujui oleh menteri dalam negeri (mendagri).
“Saat itu bisa jadi para kepala daerah terdahulu menunjuk orang yang bisa membantu mereka mencalonkan diri kembali,” ujarnya kepada GenPI.co, Minggu (3/10).
Ngorang mengatakan bahwa hal tersebut dapat membuat penjabat bekerja hanya untuk kepentingan kampanye kepala daerah terdahulu.
“Hal itu bisa juga terjadi pada beberapa kepala daerah yang ingin menjadi presiden dalam Pilpres 2024,” katanya.
Pengajar di Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie itu memaparkan bahwa hal tersebut dapat diantisipasi dengan penunjukan perwira TNI-Polri sebagai penjabat kepala daerah oleh Kemendagri.
“Mendagri adalah pimpinan politik dalam negeri yang tertinggi,” paparnya.
Selain itu, mendagri tak punya kepentingan politik dalam melakukan penunjukan penjabat kepala daerah.
“Kepentingan mendagri hanya untuk menjaga stabilitas politik dalam negeri supaya dalam dua-tiga tahun menjelang 2024 tak terjadi tarik menarik kepentingan politik oleh kelompok tertentu,” ungkapnya. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News