GenPI.co - Peneliti Puskapol Universitas Indonesia Fuadil Ulum mengatakan bahwa keterwakilan perempuan di KPU dan Bawaslu memiliki dampak yang besar.
Oleh karena itu, keterwakilan perempuan di dua lembaga itu tak boleh dipandang sebagai pemenuhan kewajiban 30 persen saja, melainkan juga mampu menghasilkan representasi gender.
"Jika perempuan tidak terlibat di jabatan publik yang ikut menentukan pengambilan kebijakan yang berpengaruh terhadap banyak orang, bagaimana bisa kita berharap adanya kebijakan-kebijakan publik yang lebih ramah gender," kata Fuadil kepada GenPI.co, Selasa (12/10).
Menurutnya, perempuan memiliki pengalaman-pengalaman fisik maupun sosial yang tidak dimiliki laki-laki.
Oleh karena itu, penting bagi penyelenggara pemilu untuk mewujudkan keterwakilan perempuan yang proporsional dan memiliki perspektif gender.
Hal tersebut diperlukan sebelum mendorong keterwakilan perempuan yang lebih proporsional dan substantif dalam politik.
"Sebelum kita berharap penyelenggara pemilu yang seperti itu, tentu perlu mendorong timsel terlebih dahulu yang punya perspektif keadilan gender," katanya.
Menurut Fuadil, ada banyak perempuan yang potensial dan berpengalaman dalam bidang kepemiluan.
Namun, sayangnya keterwakilan perempuan di KPU RI 2017-2022 masih sangat kurang. Dari tujuh komisioner, hanya ada satu perempuan di sana.
Kondisi tersebut tak jauh berbeda dengan di Bawaslu yang juga hanya ada satu perempuan dari lima anggotanya.
“Keterwakilan perempuan dalam lembaga penyelenggara pemilu harusnya bisa melebihi itu,” pungkas Fuadil. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News