GenPI.co - Konflik internal PDIP dinilai sangat merugikan Ganjar Pranowo. Pengamat Politik Dedi Kurnia Syah sampai ikut menyiratkan peringatan.
Respons pertamanya muncul saat mengomentari pernyataan Ketua DPD PDIP Jawa Tengah (Jateng) Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul.
Seperti diketahui, sebelumnya Bambang Pacul menyebut kader PDIP yang memberi dukungan pada Gubernur Jawa Tengah Ganjar Prabowo bukan bagian dari banteng, melainkan celeng.
"Konflik ini bisa saja merugikan Ganjar mengingat PDIP punya pilihan lain selain dirinya, yakni Puan Maharani," ujar Dedi kepada GenPi.co, Jumat (15/10).
Dirinya lantas membongkar isi catatan lembaganya, yakni Indonesia Political Opinion (IPO). Dari catatan tersebut diketahui bahwa pendukung Ganjar didominasi oleh masyarakat Jawa Tengah saja.
"Suara Ganjar hanya didominasi pemilih PDIP di Jateng. Selain itu, karakter pemilih PDIP lebih pada faktor Parpol. Artinya Ganjar bukan siapa-siapa jika tak diusung PDIP," katanya.
Tidak hanya itu, dirinya juga mengingatkan untuk tidak meremehkan Ketua DPR sekaligus putri mahkota anak PDIP Puan Maharani.
Pasalnya, menurut Dedi, untuk menghitung elektabilitas Puan, tidak serta merta dihitung senagai sosok saja. Melainkan harus ditotal dengan elektabilitas partai moncong putih.
"Puan tidak dapat dianggap remeh. Melihat elektabilitas Puan harus total dengan elektabilitas PDIP," katanya.
Di sisi lain, Ahli hukum tata negara Refly Harun menyebut mekanisme PDIP kurang demokratis karena aspirasi kader yang mendukung Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo tak didengar.
Refly menilai bahwa sosok Ganjar layak dan berpotensi sebagai capres. Kendati demikian, harapan tersebut terganjal oleh mekanisme partai untuk trah Bung Karno.
"Padahal, kalau mau melakukan konvensi partai, wih, keren sekali PDIP. Karena dia satu-satunya partai yang sudah punya bekal maju dalam mengajikan capres dan cawapres," ujar Refly.
Sayangnya, menurut Refly, mekanisme pemilihan capres yang dilakukan PDIP kurang demokratis.
"Semuanya terserah Megawati. Padahal, kalau dikaitkan dengan konflik kepentingan, kita tahu Hubungan Megawati dan Puan itu ibu dan anak," katanya.
Tentunya, menurut Refly, kurang elok jika Megawati menunjuk anaknya sendiri.
Kendati demikian, dirinya menilai bahwa PDIP memang belum punya pengalaman dalam suksesi demokratis.
"Khususnya untuk memberikan tongkat estafet, apakah harus trah Bung Karno ataukah boleh orang lain? Praktik politiknya kita tidak tahu ke depan," ujar Refly. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News